Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Berlalu, Suramadu Masih Amburadul

Kompas.com - 25/10/2010, 04:07 WIB

Aloysius Budi Kurniawan

Sejak Jembatan Suramadu dioperasikan Juni 2009, pemandangan yang tampak pada kaki jembatan di sisi Kabupaten Bangkalan adalah maraknya kehadiran pedagang kaki lima. Jembatan sepanjang 5,4 kilometer ini sekarang menjadi lahan sekaligus pasar baru bagi pelaku usaha sektor informal.

Seiring dengan menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) di Jembatan Suramadu, tahun lalu Pemprov Jatim dan Kabupaten Bangkalan sepakat membangun rest area atau tempat peristirahatan, sekaligus tempat penampungan PKL yang saat itu mencapai 510 pedagang.

Namun, hingga tahun 2010 ketika jumlah PKL telah membumbung sampai 800 bahkan ribuan di hari libur, pembangunan kawasan khusus itu belum juga terwujud.

Padahal, tahun lalu Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Jatim Fattah Jasin (saat itu) pernah mengungkapkan, rencana relokasi para PKL ke tempat baru akan dilakukan tahun ini. Sementara itu, Pemkab Bangkalan selaku tuan rumah sepakat menyiapkan lahan sekitar 10 hektar hingga 20 hektar.

”Pemkab Bangkalan akan menyiapkan lahan. Untuk pembangunan infrastrukturnya jika Pemkab Bangkalan tak sanggup, Pemprov Jatim siap membangun,” papar Jasin saat itu.

Namun, apa dikata, seiring pengoperasian Jembatan Suramadu selama setahun lebih, upaya Pemprov Jatim serta Pemkab Bangkalan belum kelihatan juga. Sementara di sepanjang akses Suramadu sisi Madura tenda-tenda PKL bukannya berkurang, tetapi malah terus bertambah.

Pulang kampung

Hasil penelitian kualitatif Litbang Kompas menunjukkan, hampir mayoritas PKL di kaki Jembatan Suramadu sisi Madura adalah penduduk asli Madura. Bahkan, sebagian pedagang mengaku pernah merantau puluhan tahun ke luar Madura dan akhirnya kembali karena tertarik berjualan.

Naimah (34), salah satu PKL mengatakan, ia terinspirasi berjualan di kaki Jembatan Suramadu saat melihat pengunjung Suramadu yang berhenti dan melihat-lihat suasana jembatan di awal peresmian. Naimah pun mengambil barang dagangan dari toko kelontong miliknya di Surabaya dan kemudian menjajakannya di sana.

Tidak diduga, Naimah pun meraup untung besar. Dalam sehari, Rp 1,5 juta lebih bisa masuk kantong Naimah.

Hal serupa juga dialami Imam, penjual nasi soto. Sebelumnya, Imam menjual Soto Madura di Surabaya dengan cara berkeliling. Namun, saat Suramadu dibuka, dia pun mencoba peruntungan dengan menjual soto di Suramadu.

Selain jualan soto, Imam juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek. ”Beberapa hari setelah Suramadu dibuka, banyak pengunjung ingin menikmati sensasi berkendara di atas jembatan terpanjang di Indonesia ini,” ucapnya.

Wisata Suramadu dengan memakai sepeda motor menjadi lahan penghasilan tambahan bagi Imam yang rela melepas pelanggan-pelanggan sotonya selama berjualan di Surabaya.

Pilihan Naimah dan Imam untuk kembali ke kampung halamannya tidak lepas dari potret potensi ekonomi di wilayah Suramadu tersebut.

Peneliti dari Universitas Trunojoyo Bangkalan, Ekna Satriyati menyebutkan, di tiga kecamatan dekat Jembatan Suramadu, banyak masyarakat menangkap peluang menjadi pedagang, termasuk yang sudah tinggal di Surabaya dan balik lagi ke Madura.

Di Kecamatan Kwanyar dan Kecamatan Labang, para pembuat perahu jungjung dan pengrajin kepang rela meninggalkan pekerjaannya untuk berdagang. ”Mereka baru kembali ketika ada pesanan untuk membuat perahu saja. Ketika tidak ada pesanan, waktu mereka manfaatkan untuk berdagang,” ujar Ekna.

Hasil penelitian juga mencatat, selain banyak warga Madura, terutama dari Bangkalan yang pulang kampung menjadi PKL di Suramadu, banyak juga warga yang tinggal di sekitar jembatan menemukan lahan pekerjaan sampingan. Setelah Suramadu dibuka dan kawasan itu ramah, banyak warga yang awalnya menganggur di rumah akhirnya berjualan sebagai PKL.

Rencana pembangunan

Kepala Badan Koordinasi Wilayah IV Pamekasan Eddy Santoso mengatakan, Pemprov Jatim telah menganggarkan dana Rp 20 miliar dalam Perubahan APBD 2010 untuk pembangunan tempat peristirahatan yang di dalamnya terdapat tempat bagi PKL. ”Proses sudah dimulai dengan pembebasan lahan serta penyiapan konsep tempat peristirahatan,” ujarnya.

Gubernur Jatim Soekarwo bahkan menegaskan, relokasi PKL adalah program mendesak. Prinsipnya, para PKL harus memiliki tempat berdagang yang layak.

Tak mau kalah dengan Pemprov Jatim, Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) juga menyiapkan lahan seluas lima hektar untuk pembangunan tempat peristirahatan di sisi barat jalan akses Suramadu sisi Madura.

Deputi Perencanaan BPWS Maurits Pasaribu mengatakan, tempat peristirahatan ini akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, meliputi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, tempat makan (kafe, tempat penampungan pedagang kaki lima (PKL), taman, tempat parkir, perkantoran, serta masjid.

Seperti yang didengung-dengungkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika peresmian Jembatan Suramadu tahun 2009, Suramadu diharapkan bukan sekadar akses transportasi, tetapi juga mampu mendongkrak perekonomian Madura. Namun, hingga saat ini upaya signifikan untuk mendongkrak perekonomian di Pulau Garam ini belum terasa.

Lambatnya penyediaan kawasan khusus PKL di sepanjang kaki Jembatan Suramadu merupakan salah satu contoh konkret belum sejalannya harapan pembangunan Suramadu dengan geliat perekonomian Madura.

Setahun lebih setelah Suramadu beroperasi, Pemprov Jatim serta Kabupaten Bangkalan masih memiliki pekerjaan rumah mendesak, yaitu penyediaan lahan layak dan nyaman bagi para PKL. Setahun berlalu, kaki Suramadu masih saja amburadul. (Yohan Wahyu, Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com