Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trans-Jogja, Duh Peliknya...

Kompas.com - 23/10/2010, 15:37 WIB

Dunia sepakat, alternatif solusi kemacetan kota adalah angkutan massal. Sekadar contoh, Kota Singapura dan Kota Bangkok, Thailand, adalah dua kota yang sukses mengoperasikan angkutan massal. Provinsi DIY sepertinya bisa jadi contoh bahwa semangat, niat, dan dana ternyata tak cukup mewujudkan transportasi massal: Trans-Jogja.

Episode terkini adalah rencana menambah armada Trans-Jogja menyusul 54 bus yang sudah beroperasi Februari 2008. Ketersediaan 20 bus baru sudah siap, dana penunjang pun ada. Yang terjadi, ke-20 bus menganggur di bekas kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY. Tak tanggung-tanggung, lebih dari setahun menganggur.

Rencana operasional bus-bus itu tertunda dua kali. Pertama, karena alasan pembangunan halte yang belum selesai Mei lalu. Penundaan kedua pada 15 Oktober lalu yang disebabkan persoalan pelat kendaraan yang belum ada pelat kuning. Tak pelak, warga di sejumlah jalur yang akan dilewati bus harus bersabar lebih lama.

Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) DIY Tjipto Haribowo mengatakan, ke-20 bus belum bisa memperoleh pelat kuning karena persoalan administrasi. Status semua bus adalah aset Kementerian Perhubungan meskipun sudah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DIY sejak September 2009 lalu.

Salah satu syarat utama polisi mengeluarkan pelat kuning adalah hibah bus kepada pihak swasta, dalam hal ini PT Jogja Tugu Trans (JTT). Persoalannya, status ke-20 bus bukan sepenuhnya milik Pemprov. Untuk mempercepat proses, Pemprov akan menghibahkan sementara bus kepada PT JTT.

"Proses pelat merah sudah selesai, tinggal membuat surat hibah sementara kepada pihak polda," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Trans-Jogja Dishubkominfo DIY Agus Minang, Jumat (22/10) malam. Dengan surat hibah, keluarnya pelat kuning bisa diproses polisi.

Lagi-lagi itu pun belum pasti, lanjut Agus, karena semua masih akan bergantung pihak Polda DIY. "Kami (Dishubkominfo DIY) akan membuat surat itu. Kalau dianggap belum cukup, prosesnya akan lebih lama lagi," kata Agus. Kalau tidak cukup, surat akan dibuat oleh Gubernur DIY atau Sekretaris Daerah.

Fasilitas rusak

Di tengah proses birokrasi yang kaku dan pembangunan fisik yang tak sejalan, fasilitas seperti halte di beberapa titik jalur 4A dan 4B rusak ketika fasilitas itu belum digunakan sama sekali.

Jalur 4A ialah Terminal Giwangan-Jalan Tegalturi-Jalan Pramuka- Jalan Menteri Supeno-Jalan Tamansiswa-Jalan Sultan Agung-Jalan Gadjah Mada-Jalan Hayam Wuruk-Kridosono-kembali ke Giwangan. Jalur 4B Terminal Giwangan-Jalan Pramuka-Jalan Menteri Supeno-Jalan Veteran-Jalan Kusumanegara-Balaikota-UIN Sunan Kalijaga-Jalan Urip Sumoharjo-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Suroto-Kridosono-Jalan Munggur-Jalan Urip Sumoharjo-kembali ke Giwangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com