Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harya Suryaminata "Gundala Putra Petir" di Gang Sempit

Kompas.com - 02/10/2010, 03:39 WIB

Mengangkat lokalitas

Meski kemampuannya menggambar relatif terbatas, ide untuk mengangkat nilai-nilai lokal dalam komik tetap tak terbendung. Dengan bersemangat, dia menceritakan komik terbarunya, pesanan seorang dosen yang punya perhatian terhadap kebudayaan Jawa.

Berlatar belakang masa Kerajaan Singasari sampai pilkada pada era reformasi, 13 halaman komik itu berkisah tentang sebilah keris ”haus kuasa”. Alkisah, Jahubang memesan keris kepada seorang empu. Ketika keris selesai dikerjakan, sang empu mengatakan, keris itu bisa membantu pemegangnya menduduki jabatan. Syaratnya, keris tak boleh terlumuri darah.

Namun, hasrat ingin berkuasa telah membuat sang pemilik melanggar pantangan sang empu. Jahubang menggunakan keris itu untuk membunuh sang empu pembuatnya. Begitu pantangan dilanggar, keris pun berubah menjadi benda yang membawa kematian pemegangnya.

Dari zaman Singasari, keris terus beralih kepemilikan sampai zaman Majapahit, lalu perang Giyanti pada penjajahan Belanda, hingga era reformasi. Tragedi terus-menerus berulang, keris selalu membunuh pemiliknya yang haus kuasa.

Pada zaman modern keris haus darah itu dimiliki calon bupati yang ingin menang pilkada dengan ijazah palsu. Bupati haus kuasa itu menuai kemarahan masyarakat. Di tengah unjuk rasa, keris pun beraksi, meminta korban. Di bagian akhir kisah keris berada di tangan penjual barang bekas (klithikan) di Yogyakarta.

Lewat komik dari penerbit lokal Yogyakarta ini, Hasmi mengkritik sifat manusia yang haus kekuasaan, sampai rela menghalalkan segala cara.

”Sebenarnya keris itu tak bertuah, tetapi pemiliknya yang berulah,” katanya.

Komik juga menjadi media Hasmi untuk mengenalkan (kembali) keris kepada masyarakat. Saat membuat komik dia banyak membaca buku tentang keris dan berkonsultasi pada ahlinya.

Lewat komik ini, Hasmi juga ingin mendorong para komikus muda untuk menggali nilai-nilai lokal. Dia prihatin melihat kondisi perkomikan Indonesia yang didominasi komik Jepang. Padahal, dengan sedikit imajinasi, cerita-cerita tradisional bisa diramu menjadi komik yang tak kalah seru dibandingkan dengan komik Jepang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com