Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Rakyat Mempertahankan Keistimewaan

Kompas.com - 27/09/2010, 13:34 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Kelompok-kelompok pendukung penetapan kembali menyatukan kekuatan. Secara mandiri, tekad mereka teguh menghadapi kekuatan politik besar di Jakarta. Keistimewaan Yogyakarta diperjuangkan dengan urunan dalam kebersamaan khas rakyat.

"Kami siap berdemo, bahkan jauh lebih besar. Kalau Presiden masih mengabaikan aspirasi rakyat DIY, kami siap nggruduk Jakarta," ujar Ketua Paguyuban Lurah dan Pamong DIY Ing Sedya Memetri Asrining Yogyakarta (Ismaya) Mulyadi, Sabtu (25/9).

Gerakan pendukung penetapan sempat mereda ketika perpanjangan tiga tahun jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY dikeluarkan Presiden pada Oktober 2008 dan kemudian bangkit sejenak untuk mereda lagi saat Pemilu 2009. Ismaya bersama paguyuban dukuh DIY Semar Sembogo dan Gentaraja (Gerakan Semesta Rakyat Jogja) sudah tujuh kali berunjuk rasa besar-besaran selama 2007-2009.

Berbagai cara dilakukan pendukung penetapan menyuarakan aspirasi, seperti demonstrasi ribuan orang, kenduri, doa bersama, dan aksi kesenian.

"Semua atas biaya sendiri, lurah-lurah nomboki. Demi menjaga keistimewaan DIY, tidak masalah," ungkap Mulyadi yang mengaku telah mengeluarkan uang pribadi Rp 12,5 juta.

Belum habis

Ketua Paguyuban Dukuh DIY Semar Sembogo Sukirman menegaskan, gerakan propenetapan belumlah habis. Ia berani memastikan gerakan ini, bahkan tidak akan pernah padam karena aspirasi propenetapan murni berasal dari akar rumput. "Warga peduli. Oleh karena itu, propenetapan terus hidup. Ini semua demi keistimewaan DIY," ujar Sukirman.

Gerakan ini dihidupi sendiri oleh lurah, dukuh, dan warga. Untuk konsolidasi gerakan, mereka biasa bertemu di rumah-rumah lurah atau dukuh secara bergiliran. "Dananya bantingan untuk demo dan rapat," kata Sukirman.

Untuk makanan dan minuman ada yang menyumbang maupun menggunakan dana kas paguyuban. Semua sukarela. "Yang punya uang urunan. Yang tidak, urun tenaga," katanya.

Dana yang terkumpul untuk aksi seperti menyewa kendaraan, membeli air minum kemasan, fotokopi, sampai menyewa pengeras suara. "Masyarakat membantu dana semampunya," katanya.

Aspirasi rakyat

Kelompok propenetapan, seperti Ismaya, Semar Sembogo, Gentaraja, Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat tegas menyatakan tetap memegang komitmen mengusung keistimewaan DIY dengan substansi penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertakhta sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Kepemimpinan Sultan dan Paku Alam itu tetap berlanjut. Meski DIY sudah bergabung ke dalam NKRI melalui Makulmat 5 September 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam VIII tetap menjabat.

"Jangan mengingkari sejarah. Demokrasi itu tidak harus pemilihan. Penetapan itu aspirasi rakyat, itulah demokrasi," katanya. Kepala desa dan dukuh, menurut Mulyadi dan Sukirman, selalu berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Hasilnya, masyarakat pedesaan yang merupakan kelompok masyarakat terbesar di DIY tetap menginginkan penetapan. "Itu pendapat murni rakyat tanpa dipengaruhi siapa pun," katanya.

Untuk itulah, DPR, DPRD dan Presiden sudah selayaknya menghargai pendapat rakyat. Apa gunanya, berpendapat DIY perlu menerapkan pemilihan demi demokrasi modern, tetapi justru aspirasi masyarakat tidak didengar. "Presiden kalau memaksakan pemilihan berarti otoriter. Tanpa penetapan, keistimewaan DIY hilang," kata Mulyadi.

Kalangan propenetapan tidak percaya terhadap rezim pemilihan. Pemilu dianggap hanya menghambur-hamburkan uang untuk memilih pemimpin lima tahunan yang belum tentu berpihak pada rakyat. "Kalau Yogyakarta ingin aman, damai, tenteram maka harus penetapan," ujar Mulyadi.

Perjuangan keistimewaan propenetapan, menurut dia, bukan untuk HB X atau PA IX, tetapi untuk DIY. Pihaknya sangat percaya, di bawah duet kepemimpinan Sultan dan PA, DIY tetap akan aman, damai, dan tenteram.

Sekretaris Jenderal Gentaraja, Adjie Bantjono minta rakyat DIY tidak dipermainkan. Pihaknya siap menempuh cara halus hingga keras untuk mewujudkan penetapan. "Kami sudah siap," katanya. (RWN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com