Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kearifan Kasepuhan Cipta Mulya

Kompas.com - 30/06/2010, 18:47 WIB

Oleh RAMELI AGAM

Pada akhir Mei 2010 penulis berkesempatan mengunjungi permukiman komunitas adat Kasepuhan Cipta Mulya di Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan ini merujuk pada satu kesatuan sosial dan terikat adat istiadat yang khas.

Adat istiadat tersebut terkristalkan dalam lembaga adat yang disebut kasepuhan. Di Kasepuhan Cipta Mulya saat ini terkonsentrasi sekitar 40 kepala keluarga yang tinggal di dua wilayah, yakni area rumah penduduk dan lingkungan imah gede.

Walaupun ada warga komunitas adat yang tersebar di kampung-kampung lain, mereka tetap berupaya konsisten menginduk pada adat istiadat. Sebagai bagian dari Kesatuan Masyarakat Adat Banten Kidul, Kasepuhan Cipta Mulya memiliki aspek-aspek fisik yang didominasi sejumlah bangunan berarsitektur tradisional. Rumah-rumah warga berbentuk panggung dengan sebagian besar bahan baku berasal dari lingkungan sekitar, seperti bambu dan daun kiray.

Berbagai bangunan fasilitas pendukung lainnya pun sarat dengan nuansa tradisional. Di sekitar rumah penduduk terdapat leuit, saung lisung, dan mushala. Sementara itu, di lingkungan imah gede berdiri bangunan leuit jimat, ruang pamer, ajeg (balai pertemuan), tempat ngidung, panggung, ruang panyayuran, pamirunan, serta kamar kemit. Konsep ruang yang mengacu pada filosofi gunung luhur kayuan, lamping gawir awian, legok balongan merupakan gambaran penataan ruang yang terbentuk oleh beberapa elemen, ragam jenis, tata letak, fungsi, dan makna.

Konsep tersebut dipengaruhi faktor kepercayaan, sosial budaya, dan alam, yang bermakna semua tempat memiliki fungsi dan terkait erat dengan kehidupan masyarakat dan alam. Platform penataan ruang ini bertujuan mempertahankan kelangsungan masyarakat dan pengelolaannya berlandaskan hukum adat. Konsep keselarasan hidup dengan alam di Kasepuhan Cipta Mulya ini bukannya baru berumur pendek dan dibuat-buat, melainkan berdasarkan eksplorasi pengetahuan dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan alam yang telah berusia panjang.

Agama dan kepercayaan

Keberadaan lingkungan imah gede sangat penting karena di lokasi itulah menetap ketua adat, Abah Uum Sukmawijaya. Dia bersama tetua adat lain bertanggung jawab menjaga kelangsungan adat istiadat warisan leluhur. Adat istiadat itu tecermin pada berbagai aspek kehidupan, seperti religi, organisasi sosial, mata pencarian, sistem teknologi, kesenian, bahasa, dan pengetahuan tradisional. Ada hal yang menarik pada sistem religinya yang diwarnai dua hal penting, yaitu agama yang dianut dan kepercayaan yang diwariskan karuhun.

Agama dan kepercayaan tersebut berjalan seirama, mengatur arah kehidupan mereka. Keduanya diupayakan untuk tidak bertentangan, tetapi mendukung satu sama lain dalam mewujudkan kesejahteraan lahir batin. Mereka memeluk Islam dan masih teguh memelihara kepercayaan peninggalan leluhur, misalnya tetap melaksanakan berbagai upacara tradisional yang terkait dengan mata pencarian, daur hidup, dan religi.

Dalam pengaturan sistem organisasi sosial, komunitas adat Kasepuhan Cipta Mulya berpijak pada lembaga adat yang disebut kasepuhan. Lembaga adat ini mengatur kedudukan seseorang dalam kehidupan komunitas, termasuk hak dan kewajibannya. Struktur lembaga kasepuhan terdiri atas sejumlah jabatan adat yang tergabung dalam barisan sesepuh dan warga biasa.

Sebagai kawasan yang berada di lingkup budaya agraris, mata pencarian utama warga Cipta Mulya adalah bertani di sawah dan ladang (ngahuma). Aktivitas pertanian mereka sarat dengan adat istiadat warisan leluhur yang berorientasi pada mitologi Dewi Sri. Terdapat beberapa pantangan, upacara adat, dan kepercayaan karuhun yang begitu kental mewarnai pola kegiatan bertani mereka.

Secara arif warga kasepuhan mengelola sistem perladangan dengan mengacu pada adat ritual sebagai ungkapan rasa hormat, kontrol sosial, norma, dan tata kelola distribusi hasil padi yang tidak ditemukan dalam sistem pertanian modern. Hasil panen padi dikumpulkan dalam leuit jimat, lumbung komunitas yang menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat setempat. Guna mengantisipasi kegagalan panen tahun berikutnya, lumbung ini menjadi tempat persediaan makanan yang dapat menghidupi warga kasepuhan selama lebih kurang dua tahun.

Seren taun

Berkaitan dengan aktivitasnya dalam bertani, masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya rutin menggelar upacara adat seren taun. Barangkali, bagi kita kebanyakan yang mengklaim "orang-orang modern", seren taun hanyalah seremoni atau ritual syukuran setelah musim panen di ladang-ladang tradisional. Namun, tidak demikian adanya. Ritual ini memiliki dan menampilkan arti berbeda.

Seren taun mengandung makna syukur atas hasil panen dan refleksi untuk menyambut tahun baru, yang secara etimologi dapat ditelusuri dari kata seren (serah) dan taun (tahun/waktu). Seren taun juga berarti penyerahan total kepada Yang Maha Kuasa, sebuah penyerahan hasil kerja selama setahun dan sekaligus penyerahan tahun yang akan datang ke dalam penyelenggaraan Illahi. Selama ratusan tahun masyarakat Sunda umumnya dan warga kasepuhan khususnya menggantungkan hidup pada pertanian, terutama padi.

Dalam konteks kosmologi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang erat dengan alam dan keberadaannya sebagai makhluk-Nya, warga Cipta Mulya berpegang teguh pada ujar-ujar karuhun. Putra bungsu Abah Uum, yakni Iwan Suwandri, mengungkapkan beberapa filosofi yang menjiwai relung batin masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya, di antaranya nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat jeung nu rea. Hal itu diyakini dapat mewujudkan keadaan yang aman tenteram, sepi maling towong rampog.

Nilai-nilai yang masih dipelihara warga kasepuhan bermuara pada konsep keterpaduan kehidupan raga dan jiwa. Filosofi tiga sapamulu adalah gambaran adanya kesenyawaan antara tekad, ucap, dan lampah. Nyawa dan raga tanpa papakean sama dengan telanjang. Raga dan papakean tanpa nyawa berarti maot atau mayit. Nyawa dan papakean tanpa raga, itulah makhluk gaib. Sementara nu hiji eta-eta keneh, yakni keharmonisan antara nyawa, raga, dan papakean, bermakna kemanusiaan.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang sarat dengan manipulasi, konsumerisme, korupsi, serta pola pikir dan tindakan yang hanya berorientasi pada keuntungan dan kekuasaan sesaat, ada baiknya "orang-orang modern" mengambil hikmah dari kearifan warga Kasepuhan Cipta Mulya. Kearifan semacam itu, yang sebenarnya merupakan kekayaan rohani kita, sangat penting untuk direnungkan kembali.

RAMELI AGAM Bergiat di Komunitas Celah Celah Langit, Kota Bandung

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com