JAKARTA, KOMPAS.com- "Dana aspirasi" kembali menjadi kontroversi. Kali ini, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkannya dengan nama Agenda Program Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Daerah (P4D).
Ketua Dewan Pengurus Transparancy International Indonesia (TII), Todung Mulya Lubis, mengingatkan, usulan program pengucuran dana triliunan rupiah ke daerah itu rawan dikorupsi. "Saya khawatir, jika disetujui, 'dana aspirasi' ini bisa menimbulkan kolusi dan korupsi walau skala kecil. Ini tidak sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. DPR dan DPD sebenarnya bisa mendesak ke pemerintah untuk fokus pada daerah pemilihan mereka," kata Todung, seusai mengisi diskusi di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (30/6/2010).
Selain itu, menurut dia, apa yang diusulkan DPD ini sudah melampaui ranah kewenangannya. Alokasi anggaran merupakan kewenangan eksekutif, dalam hal ini pemerintah. "Kalau lembaga seperti DPR dan DPD ingin mendapat dana dan menjalankan program semacam itu, kita bisa mendistorsi sistem tata negara kita," ujar anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK ini.
Meski bertujuan mengakomodasi aspirasi masyarakat di daerah, DPR dan DPD dipandang tidak layak untuk meminta alokasi anggaran untuk dana aspirasi. Melalui fungsi pengawasan, kedua lembaga ini diharapkan lebih memaksimalkan perannya mengawasi pemerintah melakukan pembangunan di daerah.
"Nepotisme dengan kepala daerah juga sangat mungkin terjadi. Istilah saya, menDesentralisasi peluang korupsi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.