Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakdi Soemanto, Kompas sebagai Oleh-oleh

Kompas.com - 28/06/2010, 14:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Begitu akrabnya Kompas bagi keluarga Bakdi Soemanto (68) yang tinggal di Deresan, Sleman, DI Yogyakarta. Setiap kali berkunjung ke rumah putri bungsunya yang tinggal terpisah, budayawan itu membawakan Kompas sebagai oleh-oleh.

Bukannya tak mampu membawa oleh-oleh lebih mahal. Bagi Bakdi, mengetahui informasi dan berita dari sumber yang bisa dipercaya merupakan keharusan. ”Kebetulan anak saya ini tidak berlangganan koran sejak tinggal di rumah sendiri. Jadi, saya bawakan Kompas supaya tetap tahu apa yang terjadi di seluruh Indonesia,” tutur Bakdi.

Puluhan tahun berlangganan, kehidupan keluarga Bakdi memang tidak bisa lepas dari Kompas. Pensiunan Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang masih aktif mengajar itu berlangganan Kompas sejak awal terbit, 28 Juni 1965. Sejak Kompas terdiri satu lembar hingga rata-rata terbit 32 halaman.

Perkenalannya dengan Kompas bermula dari rekannya, Sudibyakto, adik WS Rendra, yang menjadi wartawan Kompas. Dia makin sering membaca Kompas saat berita dan aktivitas seni dan budaya menjadi bahan tulisan.

Bakdi menemukan kepuasan setelah membaca Kompas. Melalui Kompas, dia bisa meneropong pemikiran yang berkembang di Indonesia. ”Banyak pemikir yang memilih Kompas untuk menuangkan visi dan pemikirannya. Kompas juga menjadi barometer sastra di Indonesia melalui lembar cerita pendek dan puisinya,” ujarnya.

Bakdi pun pernah mewarnai lembar Kompas dengan cerita bersambung karyanya berjudul Kalung Tanda Silang ataupun berupa tulisan-tulisan mengenai budaya.

Dari sisi pemberitaan, Kompas hingga saat ini masih menjadi pedomannya untuk memperoleh informasi akurat dan netral. Akurasi dan netralitas itu mampu menepis simpang siur pemberitaan media yang makin bebas seperti sekarang ini.

Bakdi berharap, Kompas tetap menjadi pedoman dengan menjaga kredibilitas dan kualitas pemberitaan. Ia berharap Kompas tetap netral, tetap menjaga kejernihan berita, dan tidak turut arus kesimpangsiuran isu pemberitaan yang saat ini mengemuka. ”Saya berharap Kompas bisa berkembang seperti harian Le Monde di Perancis yang menjadi acuan kebijakan pemerintah,” ujarnya.

Satu kritik disampaikan Bakdi adalah soal terbatasnya ruang penulisan pemikiran di Kompas. ”Tulisan orang luar kerap ditolak kalau satu acara sudah ditulis wartawannya. Padahal, topik penulisan sangat berbeda meskipun dari satu acara yang sama. Seharusnya bisa memperkaya pemberitaan,” katanya.

Selama hampir 45 tahun menjadi pembaca setia, Bakdi masih mewarnai hari-harinya dengan Kompas di meja makan keluarganya. Harapan dan kepercayaan itu masih akan terajut lebih panjang. (IRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Nasional
    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Nasional
    Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

    Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

    Nasional
    PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

    PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

    Nasional
    Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

    Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

    Nasional
    Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

    Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

    Nasional
    Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

    Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

    Nasional
    Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

    Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

    Nasional
    Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

    Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

    Nasional
    Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

    Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

    Nasional
    Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

    Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

    Nasional
    Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

    Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

    Nasional
    Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Nasional
    Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

    Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com