Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teluk Kijing, Janganlah Menangis...

Kompas.com - 16/03/2010, 16:01 WIB

KOMPAS.com - Dari jauh, hanya pucuk atap-atap rumah yang terlihat di lembah itu. Lantas, tampak jendela, dinding, pintu, tangga; dan akhirnya, perkampungan yang terendam. Itulah Desa Teluk Kijing II, Kecamatan Lais, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Di gerbang desa itu kami membelalakkan mata, terpana.

Senja menjelang. Kami berpacu waktu untuk menjemput Tim Jelajah Musi 2010 di tepi Musi. Sebab ketika malam tiba, sangatlah sulit untuk mengarahkan laju kapal karena tepian sungai tak terlihat. Belum lagi, ada ancaman kapal terguling bila menabrak kayu.

Mobil pun digeber lebih dari 100 kilometer per jam, walau jalan desa sempit. Jujur, kami tak tahu di mana letak Musi, tapi begitu kaki menyentuh dinginnya air di desa yang terendam ini, kami tahu: Musi sudah dekat!

Desa itu memang di tepi Musi. Kami gembira, tapi segera miris oleh realitas depan mata. Puluhan hingga ratusan rumah panggung terendam, walau mentari di hari itu sangat terik. Jalan desa pun tak lagi terlihat; mobil dan motor diparkir di tanah tinggi di luar desa.

Di mana-mana terlihat warga menyingsingkan celananya ketika berjalan, anak-anak bermain air beberapa di antaranya bahkan menggunakan sampan kecilnya untuk keliling desa. Sementara orang-orang tua, duduk termanggu di teras atau tangga rumah panggung di sore itu.

Kepala Desa Teluk Kijing II, lelaki bernama Margareta mengatakan, 1.500 rumah dari 2.000 rumah di desa itu kebanjiran. "Ketinggian air ada yang lebih dari orang dewasa," ujarnya dengan tangannya ditumpangkan beberapa sentimeter di atas kepala.

Akibat banjir meninggi, warga mengungsi ke kerabat. Beberapa warga juga berniat untuk merelokasi sendiri rumah mereka, meski tak semua orang mempunyai kemampuan finansial untuk memindahkan rumah.

Kali ini, dua bulan telah berlalu, dan banjir tak pernah sehari pun surut. Banjir juga merendam kebon karet sehingga susah dipanen. "Kami tak punya uang," kata Rahman, petani karet yang nimbrung tangannya seperti menengadah.

Meski terendam sejak Desember 2009, belum datang bantuan dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, apalagi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. "Juga tak ada pejabat yang datang ke sini," ujar Margareta. Nada suaranya, seolah pejabat sejenis dewa penolong dari langit.

Terisolir?

Terisolirkah Desa Kijing II? Tidak juga. Dari jalan Palembang-Sekayu, desa ini hanya 11 km, dari Palembang hanya 120 km. Melalui sungai, Kijing II hanya 2,5 jam perjalanan dari Palembang dengan kapal cepat (speedboat) kekuatan 40 tenaga kuda.

Kijing II juga tak terpencil. Telekomunikasi nyambung terus, walau hanya sinyal Excelcomindo (XL) yang paling top-markotop.

Andai Desa Kijing II menangisi dirinya sendiri karena merasa terisolir, itulah lelucon terbesar. Itu sebuah kemunduran! Sebab, 2,5 kilometer menghulu Musi, dekat tempuran Musi dan Sungai Batanghari Leko ditemukan reruntuhan candi.

Jejak permukiman kuno juga ada dalam rentang 4 km di tepi Musi, dan temuan fragmen-fragmen keramik kuno di kebon karet desa itu diduga dari abad VIII Masehi. Desa Kijing, mungkin pernah jadi kampung internasional, disinggahi pedagang China dan India.

Terlebih, sungai Musi sebagai satu-satunya akses penghubung antara kota-kota di pedalaman seperti Muara Kelingi, Babat Toman, Sekayu, dengan Palembang dan muara Musi; makin menjadikan posisi desa itu sangat strategis. Sebab jalan raya ketika itu belum dikenal.

Baiklah. Faktanya kini jalan desa sejauh 11 km, kini sulit dilalui kendaraan kecil akibat rusak berat. Cari perusaknya. Apakah kerusakan jalan disebabkan oleh truk sawit, atau truk karet? Kemudian, selidikilah tonase truk-truk itu, mungkin terjadi kelebihan muatan sehingga menghancurkan jalan desa. Lantas, suruh perbaiki jalan desa itu, agar transportasi lancar, dan ekonomi kian tumbuh.

Bagaimana dengan permukiman yang terendam? Segera gelar musyawarah desa untuk merelokasi permukiman. Ada lapangan bola di sisi timur desa, yang ironisnya di tanah tinggi. Mengapa tidak ditukar guling? Rumah di tanah tinggi, dan lapangan di dasar lembah, di tepi Musi?

Bila jalan desa kerap terendam, buatlah jembatan kayu sebagai penghubung dari rumah ke rumah. Di muara Musi, di Desa Sungsang, warga juga membangun jembatan itu karena tinggal di atas tanah pasang-surut. Singkatnya, beradaptasilah bi la ingin bermukim di tepi Musi. Dan warga di Teluk Kijing, janganlah terlalu banyak mengeluh dan bermuram durja.

Moch Amron, Plt Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum menegaskan, seharusnya warga di tepian Musi sendiri yang paham tentang pasang-surutnya sungai itu. "Mereka sudah harus tahu, tanpa perlu diberitahu pemerintah, mengenai wilayah-wilayah mana yang seharusnya dihindari untuk dibangun rumah," kata dia.

Berdasarkan keterangan warga, selain diterjang banjir , ternyata tebing sungai di desa itu juga sering longsor. Sepuluh tahun terakhir, 20 rumah ambruk, amblas ke Musi. "Saya sudah lapor ke pemkab, tapi belum ada pembangunan turap," kata Rudi Hartono, anggota DPRD Musi Banyuasin asal Teluk Kijing II.

Harusnya, ada yang memimpin warga untuk mengeser rumahnya menjauh dari tebing sungai. Bergotong-royong-lah! Bantaran sungai di sana sangat luas, bila sekedar untuk menggeser rumah.

Apalagi ironisnya, ladang-ladang yang jauh dari tepi Musi malah ditanami sawit atau karet. Mengapa tidak, permukiman-permukiman itu yang digeser ke tengah kebon, sebaliknya tepian-tepian sungai yang ditanami tanaman keras pencegah erosi, baru kemudian ditanami tanaman produksi.

Jadi warga Kijing II, jangan mengeluh, jangan menangis, apalagi merengek bantuan. Mungkin, leluhur desa yang dulu pernah jadi warga kampung internasional, malah malu dengan kalian. Beradaptasilah, bersahabatlah dengan Musi. Janganlah Musi dibelakangi oleh rumah-rumah kalian seperti sekarang ini....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com