Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Ciamisan, Bersahaja Tetapi Elegan

Kompas.com - 12/03/2010, 15:39 WIB

Kesahajaan merupakan ciri khas batik ciamis. Warna hitam, putih, dipadu coklat kekuningan, begitu menonjol pada motif batik daerah ini. Ragam hias batik ciamisan bernuansa naturalistik, banyak menggambarkan flora dan fauna serta lingkungan alam sekitar.

Kesederhanaan corak batik ciamis tak lepas dari sejarah keberadaannya yang banyak dipengaruhi daerah lain, seperti ragam hias pesisiran dari Indramayu dan Cirebon. Selain itu, pengaruh batik nonpesisiran, seperti dari Solo dan Yogyakarta, tak kalah dominan.

Pengaruh dari wilayah pesisir dan nonpesisir yang berpadu dengan nilai-nilai budaya Sunda dan kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Ciamis melahirkan ragam motif batik ciamisan yang sesuai dengan gaya dan selera masyarakat setempat, bersahaja tetapi elegan.

Alhasil, corak batik ciamisan tidak memiliki makna filosofi, perlambang, nilai sakral, atau menunjukkan status sosial tertentu. Penciptaan motif atau ragam hias batiknya lebih ditekankan pada ungkapan kesederhanaan untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat. Kesederhanaan itu tertuang dalam bentuk-bentuk yang terinspirasi dari alam sekitar dan kejadian sehari-hari.

Motif alam sekitar yang banyak dijumpai dalam batik ciamisan adalah rereng atau lereng. Motif yang menggambarkan tebing miring ini dipengaruhi motif parang pada batik Jawa Tengah. Motif lain adalah kumali, berupa empat bentuk yang mengelilingi pusat, dan cupat manggu, motif geometris bergambar buah manggis.

Masa keemasan batik ciamis berlangsung pada era 1960-an hingga awal 1980-an. Dari sekitar 1.200 perajin batik di Ciamis waktu itu, 421 perajin di antaranya menjadi anggota Koperasi Rukun Batik yang berdiri tahun 1939.

Koperasi itu dapat memenuhi segala kebutuhan perajin batik, mulai dari bahan baku sampai pemasaran produk. Rukun Batik berhasil membeli sejumlah aset, bahkan mendirikan pabrik kain bahan baku batik di Jalan Sudirman, Ciamis.

Namun, tahun 1980-an pamor batik ciamisan tenggelam, terlibas kemajuan industri tekstil yang menghasilkan batik cetak ("printing"). Kondisi itu diperparah dengan letusan Gunung Galunggung tahun 1982 yang menyebabkan matahari nyaris tidak tampak selama setahun akibat debu vulkanik yang tak henti menyembur. Para perajin tak bisa menjemur batik karena tidak ada cahaya matahari.

Dari ribuan perajin batik yang pernah jaya pada 1960-an, kini hanya tersisa satu unit usaha yang masih berproduksi. Pabrik sekaligus markas Koperasi Rukun Batik sudah lama berhenti beroperasi. Lahan di depan pabrik kini berubah fungsi menjadi rumah petak yang dikontrakkan. (ERI/LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com