Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wine" Ini Dibuat dari Salak Bali Kualitas Ekspor

Kompas.com - 02/02/2010, 18:08 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Karangasem akan terus memacu produksi buah salak untuk memenuhi kebutuhan pembuatan minuman wine yang kemudian dipasok ke restoran dan hotel bertaraf internasional di Bali.

"Izin produksi minuman wine salak pada pertengahan Februari ini sudah turun dan direncanakan, awal Maret 2010, kami akan meluncurkan produk minuman khas tersebut," kata Bupati Karangasem I Wayan Geredeg di Amlapura, Selasa (2/2/2010).

Ia mengatakan, tahun ini pihaknya membeli lagi mesin produksi wine salak sebanyak tiga unit untuk menambah volume produksi minuman beralkohol tersebut.

"Dengan penambahan tiga unit mesin, ke depannya diharapkan produksi akan lebih meningkat sehingga mampu memenuhi kebutuhan, baik lokal maupun impor," katanya.

Geredeg menjelaskan, setelah jenis minuman yang diproses dari salak Bebandem ini diuji coba, hasilnya mendapat respons menggembirakan dari penggemar wine mancanegara, khususnya wisatawan asing yang berlibur di Pulau Dewata.

"Kami optimistis, minuman khas yang diproduksi dari salak Bali tersebut mampu menembus pangsa pasar ekspor," katanya.

Dengan melimpahnya salak petani sebagai bahan baku, produksinya bisa mencapai 60 ton per hari. Cara ini juga akan mampu mengangkat kesejahteraan petani yang selama ini tergantung dari pengepul.

"Jika tanpa pengolahan, maka sampai kapan pun produksi komoditas salak akan anjlok pada musim panen. Namun kalau sudah ada mesin pengolah itu, saya yakin harga salak akan stabil pada musim panen," ucapnya.

Ida Bagus Adnyana, produsen wine salak, mengatakan bahwa untuk memenuhi produksi, pihaknya mengambil buah salak dari para petani di sekitar Kecamatan Bebandem.

"Tetapi tidak menutup kemungkinan ke depannya juga akan mengambil buah salak dari luar Kecamatan Bebandem," katanya.

Ia yakin produksi wine salak akan mampu bersaing dengan wine lainnya karena minuman khas Karangasem memiliki kadar alkohol yang tidak jauh berbeda dengan minuman sejenisnya, yakni sekitar 13 persen.

"Kalau sudah produksi dan pemasarannya lancar, kami tentu akan memerlukan bahan baku lebih banyak sehingga, saat musim panen, harga panen tidak anjlok sekali," kata Adnyana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com