Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujung Kisah Korupsi Buku Ajar...

Kompas.com - 14/01/2010, 11:56 WIB

Oleh Mohamad Final Daeng

Ketika Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman Hery Supriyono mengetuk palu mengesahkan vonis empat tahun penjara bagi Bupati Sleman nonaktif Ibnu Subiyanto, Rabu (13/1), berakhir pula seluruh rangkaian persidangan kasus korupsi buku pelajaran Sleman yang telah menyita perhatian publik DIY sejak 2005.

Ibnu merupakan terdakwa terakhir dengan jabatan tertinggi dari total 11 orang yang dijadikan tersangka dalam korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 12,1 miliar. Selain hukuman penjara, ia diharuskan membayar denda Rp 200 juta.

Meski putusan ini belum berkekuatan hukum tetap karena Ibnu langsung menyatakan banding atas putusan itu, vonis PN Sleman itu setidaknya menjadi tonggak penting di muara penuntasan kasus tersebut.

Sejak proses peradilan kasus ini dimulai Desember 2006, PN Sleman menyidangkan dan menghukum secara terpisah (berkisar 1-5 tahun penjara) enam anggota panitia pengadaan buku Dinas Pendidikan Sleman, ketua panitia pengadaan buku Masuko Haryono, Kepala Dinas Pendidikan Sleman M Bachrum, dan mantan Ketua DPRD Sleman Jarot Subiyantoro.

Hanya tinggal satu tersangka lain, yakni Kepala Perwakilan Pemasaran PT Balai Pustaka Wilayah Jawa Tengah dan DIY Murad Irawan, yang belum diadili karena hingga kini masih menjadi buronan polisi.

Proses peradilan terhadap Ibnu juga tidak bisa dikatakan mudah. Pihak penyidik kepolisian sempat dihadapkan kesulitan memeriksa bupati dua periode itu karena terbentur izin Presiden. Saat telah menjalani persidangan dan ditahan pada Juni tahun lalu, persidangan juga sempat tertunda beberapa bulan karena Ibnu sakit dan harus menjalani perawatan intensif.

Kini, Ibnu harus menjalani hukuman yang telah dijatuhkan hakim. Setelah mendengarkan keterangan 43 saksi dan ahli, hakim memutuskan ia bersalah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Ibnu terbukti melawan hukum dengan memperkaya orang lain/korporasi yang menyebabkan kerugian negara.

Meski tidak terbukti menikmati uang hasil korupsi itu, hakim menilai, Ibnu menyalahi wewenang dengan menyetujui permintaan Dinas Pendidikan Sleman untuk menunjuk langsung PT Balai Pustaka sebagai penyedia buku. Padahal, dalam Keputusan Presiden Nomor 80/2003, pengadaan barang senilai Rp 29,8 miliar itu seharusnya dilakukan dengan sistem lelang.

Dalam perjalanan proyek itu, dari audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan DIY, diketahui terjadi kerugian negara sebesar Rp 12,1 miliar yang terdiri atas penggelembungan harga buku, buku tak sesuai kontrak, serta kekurangan jumlah fisik buku.

Seusai sidang, salah seorang jaksa penuntut umum, Dadang Darussalam, mengaku cukup puas dengan putusan itu. "Meski di bawah tuntutan kami yang meminta hukuman enam tahun, tapi ini sudah mencukupi. Yang penting tidak kurang dari dua pertiga tuntutan," ujarnya.

Berbeda dengan Dadang, Direktur Indonesian Court Monitoring Yogyakarta Tri Wahyu KH, yang turut menghadiri sidang vonis Ibnu, mengaku agak kecewa karena hakim hanya menjatuhi vonis minimal dari maksimal hukuman 20 tahun yang bisa dijatuhi dari Pasal 2 Ayat 1 UU 31/1999 itu. "Tapi, paling tidak, dengan tidak membebaskan terdakwa, ini kabar baik untuk pemberantasan korupsi di DIY," ujarnya.

Adapun salah seorang kuasa hukum Ibnu, Andi Rais, mengapresiasi putusan hakim, khususnya dua hakim anggota, yakni Dahlan dan Kadarisman, yang mengajukan dissenting opinion (pandangan berlawanan) dengan menyatakan Ibnu tak bersalah. "Hal ini akan menjadi modal moril yang luar biasa bagi kami untuk memenangkan banding di pengadilan tinggi nanti," katanya.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com