Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istri Meninggal, Suami Dipenjara

Kompas.com - 11/01/2010, 05:59 WIB

Sri Rejeki

KOMPAS.com - Sungguh pahit hidup Lanjar Sriyanto (36). Dalam suatu kecelakaan lalu lintas, sepeda motor yang dikendarainya menabrak mobil. Istrinya meninggal, sementara ia jadi tersangka penyebab nyawa istrinya melayang, dan kini ia dipenjara.

Lanjar duduk di atas lantai yang dingin di ruang tahanan Pengadilan Negeri Karanganyar, Jawa Tengah. Kedua tangannya memeluk lutut, matanya menerawang. Pikirannya mungkin mengembara mengingat kembali awal mula terjadinya ”mimpi buruk”, kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan ia kehilangan istri tercinta, lalu masuk tahanan, dan kini harus menghadapi meja hijau.

Lebih getir lagi, ia terpaksa membohongi anak semata wayangnya, Sapto (10). Lanjar dan keluarga sepakat tidak memberitahukan kejadian sebenarnya kepada Sapto, bocah kelas lima sekolah dasar itu, bahwa Lanjar berada di balik sel penjara dan terancam hukuman lima tahun. Mereka sepakat mengarang cerita bahwa Lanjar yang buruh bangunan itu sedang merantau.

Lanjar yang buta hukum pun hanya pasrah ketika disangka sebagai pelaku utama yang menyebabkan istrinya, Saptaningsih (37), tewas dalam kecelakaan tersebut. Ia diancam hukuman Pasal 359 KUHP.

Kisahnya, 22 September 2009, seusai berlebaran di kampung halaman sang istri di Nogosari, Boyolali, Lanjar, Saptaningsih, dan Sapto berboncengan naik sepeda motor. Sapto paling depan. Di antara Lanjar dan istrinya ditaruh tas pakaian.

Mereka berencana mudik ke kampung halaman Lanjar di Yogyakarta, tetapi sebelumnya mereka hendak mampir ke rumah kontrakan mereka di Kampung Jajar, Laweyan, Solo.

Di Jalan Adi Sucipto yang masuk wilayah Colomadu, Karanganyar, sepeda motor Lanjar menabrak mobil Suzuki Carry di depannya yang mengerem mendadak. Sepeda motor jatuh beserta ketiga penumpangnya. Namun, Saptaningsih terjatuh paling jauh hingga melewati marka di tengah jalan.

Dari arah berlawanan melaju kencang mobil Isuzu Panther yang tidak dapat menghindari tubuh Saptaningsih. Akibatnya, Saptaningsih menemui ajalnya, sedangkan Lanjar dan Sapto luka ringan.

Tepat tujuh hari tahlilan memperingati meninggalnya sang istri, datang dua orang yang mengajak ”perdamaian” dan memberikan uang yang disebut tali asih Rp 1,5 juta dengan syarat harus menandatangani perjanjian bahwa kedua pihak tidak akan saling menuntut. Surat itu ditandatangani Taro (36), adik Saptaningsih. Kedua orang itu adalah pemilik mobil Panther dan sopir yang mengendarai saat kejadian.

”Dua hari kemudian saya ke Polres Karanganyar untuk menanyakan kronologi kejadian dan mengambil SIM dan STNK yang ditahan. Di sana saya justru diperiksa dan dikatakan saya dijadikan tersangka. Saya sempat dibentak-bentak,” kata Lanjar, Kamis (7/1/2010).

Demi keadilan

Lanjar yang buta hukum tidak bisa berbuat banyak sampai akhirnya ia ditahan 9 Desember 2009 dan menjalani sidang pertama 23 Desember, lalu sidang kedua sepekan sesudahnya tanpa didampingi penasihat hukum. Baru pada sidang ketiga, pengacara Muhammad Taufiq dan rekan yang mendengar kasus ini terketuk hatinya dan kemudian membantu menjadi penasihat hukum Lanjar.

”Kami khawatir Lanjar mendapat putusan demi hukum, bukan demi keadilan. Penelusuran kami menemukan pemilik mobil Panther adalah anggota kepolisian di Ngawi,” kata Taufiq.

Menanggapi kasus itu, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Aji, berpendapat, korban tak layak dan tak bisa dijadikan terdakwa. ”Ia justru korban. Jika majelis hakim yang mengadilinya cermat, saat dakwaan dibacakan, hakim sudah bisa menyatakan dakwaan harus dibatalkan karena kabur dan tidak cermat,” katanya, Minggu. Oleh karena kasusnya telanjur berjalan di pengadilan, hakim harus membebaskan terdakwa.

Sebagai gantinya, pengemudi mobil Panther itu yang harus dijadikan terdakwa, sebab dalam hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, siapa yang secara langsung menabrak itu yang menjadi terdakwa.

”Polisi yang memeriksa dan menetapkan korban menjadi terdakwa harus dilaporkan ke Propam untuk diproses hukum. Lagi pula, upaya damai dari pihak pengemudi Panther tak bisa serta-merta menghentikan kasus pidananya,” kata Indriyanto.

Terlepas dari kasus ini, tak tersedianya angkutan massal yang nyaman nan murah membuat masyarakat berupaya memiliki kendaraan sendiri. Sepeda motorlah yang paling terjangkau. Padahal, menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, yang juga Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, berdasarkan survei, sekitar 70 persen kecelakaan di darat selalu melibatkan sepeda motor.

”Masalah transportasi perkotaan dan meledaknya jumlah sepeda motor mendesak untuk ditangani,” kata Bambang.

Kondisi jalan semakin padat dan sering kali terjadi kemacetan parah. Kondisi itu membuat pengendara stres, tidak sabar, ingin cepat lepas dari kemacetan, dan ingin lekas sampai tujuan. Dalam kondisi seperti itu, pengendara cenderung melanggar aturan lalu lintas, bahkan berujung kecelakaan. Namun, pengendara yang patuh dan tertib pun sering menjadi korban.

Kisah tragis Lanjar itu hanyalah secuil cerita menyedihkan dari buruknya sistem transportasi, kurang disiplinnya pengendara, dan buramnya wajah penegakan hukum. Apakah Lanjar akan diadili ”demi hukum” atau ”demi keadilan”? (TRI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com