Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Bersepeda di Yogya, Dari Sekadar Etalase ke Gowes Serius

Kompas.com - 04/01/2010, 06:18 WIB

KOMPAS.com — Melewati perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta pada malam Minggu, mata akan sejenak dimanjakan dengan etalase ratusan sepeda. Inilah tempat mereka berkumpul sepekan sekali, dengan sepeda kebesaran masing-masing. Meriah dan hangat suasananya.

Di depan Gedung Agung, misalnya, ada Jogja Onthel Community (JOC), komunitas penggemar onthel yang terbentuk tahun 2002. JOC terbilang paling lama menghuni kawasan itu. Adapun di sisi selatan tempat nongkrong anak-anak JOC merupakan wilayah Komunitas Low Rider Vredeburg (Klover), sepeda modifikasi yang ceper.

Menyeberang ke selatan, yakni di trotoar depan kantor pos, terlihat deretan sepeda dari Paguyuban Onthel Djogjakarta (Podjok). Selain mereka, ada puluhan komunitas yang ikut nongkrong di kawasan selatan Malioboro itu, baik peserta rutin maupun yang tidak, mulai dari komunitas sepeda kampung hingga BMX.

Komunitas Onthel Remaja Nambongan (Korn), misalnya, termasuk komunitas yang tidak rutin. "Tiap malam Minggu kami keluar. Tapi kalau di sini sudah padat sepeda, kami mencari tempat lain. Biasanya di Alun-alun Utara atau Jembatan Gondolayu. Pokoknya nongkrong walau hanya 1-2 jam," kata Bowo (25), pentolan Korn.

Walaupun namanya menunju onthel, peserta Korn banyak juga yang sepedanya jengki, BMX, dan gunung. Korn berdiri setahun lalu, dan diakui Bowo sebagai imbas virus bersepeda akibat Sego Segawe, program bersepeda yang digaungkan Pemkot Yogyakarta tahun 2006. Korn, kini beranggotakan 75 orang, semuanya remaja Dusun Nambongan, Mlati, Sleman.

Adapun Klover, sejak berdiri April 2008, sudah mempunyai 50 lebih anggota, tapi hanya 10 yang rutin nongkrong. Komunitas yang paling padat jadwalnya karena nyaris tiap pekan menggelar acara bersepeda adalah Podjok. Sejak terbentuk November 2006, kini Podjok punya 600 anggota.

Kelompok ini juga dikenal sebagai komunitas penggemar onthel orisinal, utamanya onthel buatan Eropa. Sementara itu, JOC tak menganut aspek orisinalitas onthel karena bagi mereka, penanda onthel cukup dari rangka sepeda.

Bagi JOC, sepeda onthel juga wajib dihias, mulai dari dipasangi botol tempat minum, tas tempat ponsel, kunci pas, lampu kerlap-kerlip, bel terompet, hingga tape dan pengeras suara dengan sumber daya aki. JOC punya sekitar 1.000 anggota, tetapi hanya 50-an yang kerap nongol di sana. "Tapi enggak apa-apa. Pokoknya nongol," kata Nunuk, Wakil Ketua JOC.

Berapa tepatnya jumlah komunitas sepeda di Yogyakarta, belum ada angka persisnya. Namun dari acara bersepeda saat malam pergantian tahun, peminatnya 140 komunitas. Selain mereka, tentu masih banyak komunitas sepeda lain. Ini hal yang menggembirakan.

Gaung bersepeda mulai merambah Yogyakarta, dan sepeda-sepeda mulai dikayuh. Bowo, misalnya, tergerak hatinya untuk mengeluarkan sepeda onthel milik almarhum simbahnya dari gudang. Sejak simbahnya meninggal tiga tahun lalu, sepedanya telantar. Sepeda itu mulai ditempeli karat. "Saya pun enggak tahu merek sepeda itu apa. Ha-ha-ha. Enggak penting, kan. Yang penting kan sepeda nyaman dinaiki. Merek dan harga, itu nomor kesekian," ucapnya.

Ade Darma, siswa SMPN 3 Mlati yang masuk ke Korn tiga bulan lalu, memakai jengki. "Ini sepeda milik ibu yang tiap pagi dibawa ke pasar. Saya jadi sering meminjam untuk jalan-jalan pada sore hari. Bersepeda ternyata asyik juga," paparnya.

Apa sih manfaat bersepeda? Coba tengok pendapat Wibowo (39) dari Mino Cycle Club (komunitas sepeda di Perumahan Minomartani, Sleman, yang terbentuk setahun lalu). "Saya setahun lalu sudah berhenti merokok. Ini berkat sepeda. Tidur pun sekarang tidak lagi ngorok. Meludah di jalan (karena terasa ada yang mengganjal di tenggorokan) juga tak lagi. Istri gembira. Napas saya juga terasa lebih ringan dan panjang," ucapnya.

Wibowo kini sering bersepeda. Dulu ia sebenarnya menyukai motor antik. "Tapi lama-lama kok sepeda lebih membuat saya bergairah," ujar Wibowo yang kini menularkan virus bersepeda kepada istrinya.

Naiknya penjualan sepeda dan banyaknya cerita seperti kisah dari Bowo tadi sedikit banyak menggambarkan gerakan sepeda semakin meluas. Semoga itu tak hanya berhenti sampai pada acara nongkrong dan menjadi isi etalase. Semoga penggemar onthel tak hanya semata mengoleksi, dan semoga pemilik sepeda lipat tak hanya sebatas memaknai sepedanya adalah sepeda yang dilipat. Sepeda mestinya ya dikendarai... Iya enggak? (Lukas Adi Prasetya)  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com