Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Pengalaman Saya Pertama Berjudi

Kompas.com - 26/10/2009, 11:42 WIB

KOMPAS.com — Yang namanya tempat judi, saya benar-benar asing. Satu-satunya pengalaman saya berjudi hanyalah membeli togel, atau yang waktu saya kecil disebut Nalo. Itu pun hanya sesekali membeli kalau pas malamnya saya mimpi bagus. Beruntung? Enggak pernah!
 
Mengenai tempat judi, sejauh ingatan saya hanya sesekali menonton judi sabung ayam ketika saya masih kecil di tahun 1970-an. Yang lainnya, tentu saja berkait dengan profesi saya sebagai wartawan. Itu pun terbatas pada lokasi judi "gelap" yang terang benderang di kawasan Kali Jodo, Jakarta Utara, atau judi sabung ayam di Pasar Jangkrik, Jatinegara, Jakarta Timur.
 
Pengalaman pertama berjudi yang sesungguhnya dengan masuk rumah judi dan mencoba bermain justru terjadi di Auckland, sebuah kota bisnis di Selandia Baru, menjelang Lebaran lalu. Tapi tunggu dulu, jangan bayangkan saya berjudi sampai menghabiskan uang ratusan dollar. Saya hanya numpang teman yang sedang bermain untuk sekadar fun. Teman itu pun cuma membeli koin 50 dollar untuk beramai-ramai.
 
Pengalaman pertama berjudi itu terjadi ketika saya dan seorang wartawan televisi diundang Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk meliput roadshow pemulihan citra pariwisata Indonesia pascabom JW Marriott dan Ritz-Carlton di Auckland dan Sidney, Australia.
 
Kebetulan hotel tempat kami menginap sangat dekat dengan sebuah menara kota yang disebut Auckland City Tower. Gedung tinggi yang puncaknya menyala biru itu dikenal sebagai pusat perjudian alias Casino. Kami pun beramai-ramai masuk ke gedung itu di malam kedua, sekitar pukul 23.00 waktu setempat.
 
Awalnya, saya membayangkan kalau untuk masuk rumah judi seperti itu akan diperiksa ketat, seperti ketika masuk tempat-tempat judi di Jakarta. Bayangan saya, di depan pintu masuk ada bodyguard berbadan tinggi besar, seperti cerita teman atau yang pernah saya baca di majalah-majalah dan koran.

Katanya, bodyguard itu akan memeriksa pengunjung, terutama yang masih asing baginya, sampai detil, termasuk menanyai berapa uang yang dibawa. Kalau tidak membawa uang cukup, kata seorang teman, jangan harap bisa masuk ke rumah judi gelap yang banyak terdapat di Jakarta.
 
Ternyata, semua bayangan tentang pengamanan itu sama sekali tidak ada ketika saya masuk ke Casino di Auckland itu. Kami yang datang berombongan, lebih dari 10 orang termasuk para penari-penari dan model serta penyanyi yang cantik-cantik, ternyata bebas-bebas saja masuk ke Casino. Seperti layaknya masuk mal, kami tidak ditanya-tanya, tidak diperiksa.
 
Sebagai orang awam judi, saya awalnya membayangkan, di dalam ruangan besar terdiri tiga lantai itu akan mendapati orang-orang sedang serius bermain judi dengan wajah berkerut-kerut sambil memegang botol minuman keras yang menebarkan aroma tak sedap dari napasnya.
 
Ternyata, yang saya temukan adalah ruangan besar penuh mesin dan meja judi berderet-deret rapi. Asap rokok memang ada di sejumlah tempat, tetapi tidak sampai menyesakkan napas. Peminum yang berjudi juga tak saya lihat. Para penjudi juga tidak tegang-tegang amat. Mereka yang lagi "beruntung" tetap duduk berlama-lama di kursi-kursi yang mengelilingi meja judinya.
 
Di dalam Casino, kami juga bebas-bebas saja berkeliling, menonton orang-orang bermain rolet, blackjack, bakarat, jackpot, games, dan banyak jenis judi yang saya tak paham. Bahkan, ketika saya duduk-duduk di antara para penjudi tanpa ikut berjudi pun tak ada orang yang menegur. Tak ada yang mengusir.
 
Di meja-meja rolet yang diawaki seorang perempuan muda tak cantik apalagi seksi, para penjudi duduk-duduk manis sambil memerhatikan putaran rolet lalu menempatkan koin-koinnya ke nomor-nomor yang dia inginkan. Boleh dalam satu nomor, dua nomor, atau di empat nomor dalam satu kotak. Koin yang ditumpuk bisa satu, dua, hingga belasan untuk setiap nomor yang dia inginkan.
 
Tak ada teriakan kesal atau marah ketika nomor yang dipasangi koin ternyata terlewat. Juga tak ada pekik kegembiraan ketika biji judi berhenti di nomor yang dipasangi koin. Penjudi yang beruntung maupun yang tak beruntung terlihat biasa-biasa saja.
 
Seorang pemuda yang beberapa kali mendapatkan keuntungan juga tak segan-segan nyelonong pergi tanpa ada yang hirau. Tidak ada upaya dari si awak rolet mencegah, apalagi sampai merayu-rayu menggoda agar si pemain bertahan di mejanya. Sebaliknya, seorang perempuan muda yang kalah 20 dollar (sekitar Rp 130.000) juga terlihat biasa-biasa saja.
 
Ketika saya mencoba menawarinya duduk karena saya tak main sementara dia main, dia malah tertawa-tawa. "Keberuntungan saya justru kalau berdiri begini," kata dia sambil mencoba kembali peruntungannya. Ternyata malam itu dia tidak beruntung di meja itu. Mungkin karena ada saya yang mengganggu konsentrasinya? Entahlah. Yang jelas dia akhirnya ngeloyor begitu saja sambil berpamit basa-basi kepada saya ketika pada pemasangan ketiga tetap tak beruntung.
 
Setelah berlama-lama di meja rolet tanpa ikut bermain, saya dan beberapa anggota rombongan kemudian melanjutkan keliling ruangan. Di bagian kanan ruangan sampai ke belakang yang saya lihat hanyalah monitor komputer games, seperti halnya di Timezone. Gambarnya macam-macam. Ada kartu remi dan banyak lagi gambar-gambar yang saya tak pahami betul apa jenisnya.
 
Di depan monitor, penjudi asyik memencet-mencet tombol. Pria maupun wanita, tua maupun muda. Saya berpikir apa enaknya main judi hanya dengan menyamakan kartu di deretan kiri, tengah, dan kanan itu.
 
Akhirnya ikut main
 
Setelah puas berkeliling-keliling ruangan, termasuk memesan minuman ringan di sebuah bar di dalam ruang itu, saya kemudian berhenti di sebuah meja rolet. Saat itu, seorang di antara rombongan kami sedang main. "Sudahlah, duduk sini saja. Main pakai koin ini saja," kata seorang rekan yang mengaku hanya membeli koin 50 dollar Selandia Baru.
 
Awalnya, saya ragu apakah diperbolehkan main menggunakan koin orang. Saya lalu mencoba memasang dua koin rekan tersebut ke angka 17 dan 8. Ternyata koin 17 menang. Saya pun mendapat tambahan 20 koin. Merasa beruntung, saya pasang lagi lima koin di beberapa nomor. Kali ini salah satu koin saya membuahkan hasil lagi.
 
Lama-lama teman-teman anggota rombongan berdatangan ke meja kami. Koin yang tersisa kemudian dipakai beramai-ramai. Ada yang kalah ada yang menang, tetapi akhirnya semua koin habis dan kami pun ngeloyor pulang ke hotel karena waktu sudah menujukkan pukul 02.00.
 
Tak ada kesan istimewa ketika kami meninggalkan rumah judi itu. Yang terasa hanya inilah sebuah kegembiraan, sebuah fun, bahwa saya, paling tidak, pernah mencoba berjudi. Bukan di Kalijodo ataupun sabung ayam, pengalaman pertama itu justru di Casino. Luar biasa kan?
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com