Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Korban Gempa Sangat Banyak?

Kompas.com - 07/09/2009, 06:58 WIB

Tiga faktor

Daerah Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Bandung Selatan termasuk daerah yang terdekat dengan pusat gempa dan zona subduksi lempeng. Namun, ketika gempa Rabu (2/9) mengguncang Cianjur, kondisinya ibarat ”sudah jatuh tertimpa tangga”.

Menurut pengamatan Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sugeng Triutomo, paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan tingginya korban jiwa di wilayah ini.

Selain daerahnya tergolong rawan longsor, banyak penduduk yang justru tinggal di wilayah yang berbahaya itu. Rumah-rumah penduduknya juga berkualitas rendah. ”Upaya pembangunan kembali nantinya harus mengacu pada konstruksi tahan gempa. Konstruksi ini tidak harus mahal. Bangunan dari kayu yang ringan justru lebih tahan gempa dibandingkan dengan tembok,” ujarnya.

Pascagempa itu, menurut Sugeng, harus ada upaya merelokasi warga dari daerah rawan tanah longsor ke daerah yang aman. Upaya pencegahan di daerah perbukitan yang rawan longsor dapat dilakukan dengan membuat terasering meskipun cara ini mahal.

Tanah endapan

Intensitas gempa Jawa Barat begitu terasa di Jakarta, yang jaraknya relatif jauh dari pusat gempa. Hal ini karena terjadi amplifikasi gelombang ketika sampai di daerah tanah aluvial atau endapan yang relatif lunak. Jakarta memang tersusun dari tanah endapan sungai pada masa purba.

Begitu pula yang terjadi di Yogyakarta dan Bandung. Daerah-daerah tersebut tersusun dari tanah endapan luapan lahar gunung berapi dan daerah cekungan danau purba. Daerah cekungan bersifat mengumpulkan gelombang gempa.

Di daerah-daerah tersebut pembangunan rumah harus mengacu pada kaidah standar keamanan bangunan yang tinggi. Hal itu karena pada gedung tinggi akan terjadi faktor ayunan saat diguncang gempa.

Khusus untuk wilayah Jakarta, Sugeng mengingatkan, selain faktor keamanan itu, harus diperhatikan ancaman amblesnya bangunan. Ketika terjadi guncangan gempa dapat terjadi likuifaksi atau pelembekan tanah. Tanah yang mengalami pembebanan tinggi akan ambles, apalagi jika di bawahnya berongga.

Untuk mencegah ancaman tersebut di Jakarta harus ada pengendalian penyedotan air tanah, bahkan harus ada upaya pengisian kembali air tanah dalam. Sugeng mengamati subsiden di kawasan Thamrin yang terjadi sejak 1980-an.

Menghadapi ancaman bencana-bencana itu, Sugeng dan Surono mengingatkan perlunya memberdayakan masyarakat untuk melakukan upaya penyelamatan dari bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com