Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Baru Penerima TV Digital

Kompas.com - 16/07/2009, 04:39 WIB

 

 

Isu utama yang mengedepan ketika muncul gagasan perubahan teknologi penyiaran analog ke digital adalah adanya beban yang harus ditanggung masyarakat. Ini terjadi karena jutaan pesawat televisi yang sekarang (baca televisi analog) bakal tidak bisa digunakan.

Tentu hal ini dengan cepat mengundang antipati, sekalipun kemudian ada perangkat Set-top Box (STB) yang bisa ”membantu” TV analog menangkap siaran TV digital. Alat pengubah sinyal transmisi digital ke analog ini harganya relatif murah.

Kalau melihat harga STB sekarang (sekitar Rp 300.000), pada tahun 2018, saat penyiaran TV sudah beralih ke digital, sudah akan lebih murah nilainya. Selain dalam bentuk STB, penerima digital bisa hanya dalam bentuk tuner atau penerima digital dan output-nya langsung ke saluran input S-video pada TV seperti ketika menghubungkan perangkat DVD atau VCD.

Tentu hal ini juga akan memberikan inspirasi bagi para produsen elektronik di dalam negeri yang dipercaya membuat STB atau tuner digital. Dengan demikian, beban membeli STB sedikit terkurangi atau bahkan tidak dirasakan memberatkan konsumen.

Ini mengingatkan upaya perusahaan elektronik sekitar awal tahun 1990-an yang masih dikuasai kelompok peru-sahaan-perusahaan Jepang. Mereka membuat perekam dan sekaligus pemutar kaset video yang di dalamnya sudah di-cangkokkan tuner TV.

Hal serupa bisa dilakukan pada tuner digital maupun STB, paling tidak pada perekam DVD yang sudah banyak terdapat di negeri ini. Bahkan tidak mungkin pada saatnya perekam Blueray bisa menjadi pilihan, terutama untuk merekam siaran digital dalam format high definition (HD).

Ini merupakan tantangan untuk para produsen daripada hanya sekadar membuat STB atau tuner digital saja. Untuk STB saat ini sudah bisa dibuat PT Inti, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), dan PT Panggung Elektronik (Akari). Adapun untuk penerima televisi digital sudah diproduksi di dalam negeri oleh PT LG Electronics Indonesia dan Polytron.

Kalau melihat banyaknya kemungkinan variasi perangkat elektronik yang bisa diproduksi, ini berarti akan memberikan banyak pilihan baru buat konsumen. Dengan demikian, mulai sekarang konsumen bisa merancang pusat hiburan di rumah mereka dan sudah seharusnya produsen membantu memberikan solusi.

Yang sebenarnya tidak bahagia adalah stasiun-stasiun TV yang sekarang sudah mapan. Bukan hanya mereka harus mengganti sebagian perangkat pemancarnya untuk bisa mentransmisikan sinyal secara digital, tetapi juga dengan semakin banyaknya stasiun TV baru yang akan muncul. Hal ini mengingat satu kanal analog yang sekarang bisa digunakan sekitar enam kanal digital baru, pasti akan mengurangi kue keuntungan mereka.

Dalam percobaan yang dilakukan Kompas dengan pesawat 47LH50YD, TV digital pertama di Indonesia yang dibuat LG Electronics Indonesia bisa ditangkap 12 siaran TV digital di Jakarta. Penggunaan kanal digital percobaan ini tidak mengganggu kanal analog yang saat ini masih beroperasi penuh pada pita frekuensi UHF (ultra high frequency).

Kebanyakan siaran percobaan ini merupakan siaran paralel dari siaran analognya, seperti TVRI (1 dan 2), TPI, RCTI, SCTV, TV One, ANTV, Trans TV, Trans7, dan MetroTV. Sedangkan yang berbeda seperti TV Edukasi (menayangkan masalah pendidikan) dan Telkom dengan tayangan olahraga kriket yang lebih dikenal di India.

Sejak pencanangan TV digital Agustus tahun lalu ini pemerintah memberikan kesempatan percobaan pada dua konsorsium, selain membagi STB pada masyarakat. Konsorsium yang mendapat izin adalah KTDI (Konsorsium Televisi Digital Indonesia) dan konsorsium TVRI-Telkom.

Selain percobaan untuk standar DVB-T sebagai standar penyiaran televisi digital terestrial tidak bergerak (fixed reception) di Indonesia itu, juga ditunjuk dua konsorsium untuk uji coba siaran TV digital bergerak (mobile TV), yaitu Konsorsium Tren Mobile dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa dengan standar Digital Video Broadcasting for Handheld (DVB-H). (AWE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com