Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Razia, Korban Bom Fosfor yang Selamat

Kompas.com - 25/06/2009, 09:52 WIB

KOMPAS.com-Para dokter militer AS menyaksikan dengan perasaan ngeri saat masker oksigen di wajah gadis kecil Afgan itu mulai meleleh.

Kulit anak perempuan berusia delapan tahun itu berasap karena fosfor putih, sebuah bahan kimia yang mematikan. Rambutnya terbakar habis. Wajah, kepala, leher, dan lengannya berwarna-warni mulai dari kuning, merah muda, hingga hitam hangus.

Ketika dokter mencoba mengerik jaringan sel yang mati, lidah api menyala. Namun, dengan lebih dari 15 pembedahan, Razia, Rabu (24/6), diperbolehkan keluar dari rumah sakit militer AS di Bagram, Afganistan.

Dia pun sudah bisa tersenyum lagi. Dia telah belajar untuk mengatakan ”ice cream” dan bermain petak umpet dengan para perawat. Namun, kulitnya akan tetap berparut, rambutnya tak akan tumbuh lagi, dan misteri di belakang tragedinya masih tetap tak terungkap: siapa yang menembakkan fosfor putih?

Setelah perawatan berbulan-bulan, perawatnya, Kapten Christine Collins, seorang ibu tiga anak perempuan di AS, menganggap Razia sebagai anak perempuan keempatnya.

Disiram air

Razia baru selesai sarapan ketika pasukan AS, Perancis, dan Afganistan muncul dekat desanya tanggal 14 Maret di Lembah Tagab, Kapisa, sebelah utara Kabul. Abdul Aziz, ayah sembilan anak, menyuruh anak-anaknya masuk ke rumah mereka yang berdinding tanah. Namun, dua bom merobek masuk rumah itu. Api, asap, dan debu memenuhi ruangan.

”Suara ledakan sangat kuat dan saya hampir pingsan. Saya tidak bisa berpikir. Anak-anak saya berteriak kepada saya, ’Bangun! Razia terbakar!’” kata Aziz.

Lidah api menerpa Razia. Aziz menyiramkan seember air kepadanya, tetapi bahan kimia itu terus menyemburkan bara di tubuh Razia. Dua saudara perempuan Razia yang lain tergeletak tewas. Lima anggota keluarga lainnya, termasuk ibunya, cedera parah.

Aziz membawa Razia ke serdadu-serdadu Afganistan yang ada di dekat rumahnya. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa pun. Sebuah mobil pribadi kemudian dipakai untuk membawa Aziz dan putrinya ke pangkalan militer Perancis di dekat tempat tinggal Razia.

Razia sadar dan tak sadar berulang kali, sementara ayahnya menyirami wajahnya dengan air untuk membuatnya tetap sadar.

Menerangi sasaran

Pasukan AS dan NATO menggunakan fosfor putih untuk menerangi sasaran, menciptakan tabir asap dan menghancurkan bungker-bungker tua. Namun, AS dan NATO mengatakan tidak menggunakan fosfor sebagai senjata. Walau fosfor putih tidak dilarang berdasarkan hukum internasional, kelompok-kelompok HAM mengutuk penggunaannya di daerah yang berpenduduk.

Para pejabat AS menuduh bahwa kaum militan telah menggunakan fosfor putih dalam mortir atau roket sedikitnya 12 kali dalam beberapa tahun terakhir.

Aziz yakin bahwa pasukan internasional telah menembakkan bom yang menghancurkan rumahnya. Seorang jubir militer AS mengatakan, para pejabat militer tidak bisa yakin apakah tembakan yang mengenai rumah Aziz itu dari mereka atau dari musuh. Dua pejabat AS mengatakan pertempuran itu, terutama, merupakan bagian dari operasi Perancis.

Sebuah helikopter medis AS menjemput Razia di pangkalan Perancis lalu membawanya ke RS militer AS di Bagram. Dia menderita luka bakar yang mengenai 40-45 persen tubuhnya. Dokter memperkirakan nyawa Razia tak akan bertahan.

Kapten Collins menjadi perawat utama Razia pada pekan-pekan pertama. Razia tak mau berkomunikasi dengan perawat atau dokter, bahkan setelah seminggu dia dirawat. Collins menggunakan pengalamannya sebagai ibu. Para perawat hati-hati mengangkatnya dari tempat tidur dan Collins menggendong dan mengayunnya selama satu jam. Setelah itu, Razia berubah. Dia tersenyum untuk pertama kalinya, padahal sebelumnya hanya mau bicara dengan bapaknya.

Hari-hari perawatan penuh perjuangan bagi anak perempuan itu. Namun, dalam beberapa pekan dia bisa berjalan dan setelah sepuluh pekan dia sudah bisa berlari.

Dokter mengharapkan Razia untuk pulih, tetapi bekas lukanya akan tetap ada. Kulit di lengan, kaki, dada, dan wajahnya merah bersisik. Sebagian besar kepalanya adalah kulit kepala merah berparut.

Ketika Razia keluar dari rumah sakit, dia tak akan menemukan rumahnya yang hancur dalam serangan itu. Keluarganya yang cedera telah pulih, tapi menderita trauma. Ayahnya yang dulu mempunyai toko sayuran kini tidak lagi mempunyai uang. Abdul Aziz berterima kasih kepada tim AS atas layanan medis mereka yang luar biasa, tetapi tetap penuh rasa khawatir. Masa depan keluarganya dan masa depan Razia tak menentu. (AP/DI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com