Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stimulus Ekonomi Tak Dinikmati

Kompas.com - 23/06/2009, 11:52 WIB

Sukabumi, Kompas - Perajin logam di Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, mengeluhkan tidak adanya penurunan harga bahan baku setelah pemerintah memberikan stimulus ekonomi. Stimulus untuk pengurangan bea masuk bahan baku justru hanya dinikmati kalangan importir.

Demikian kata Ketua Koperasi Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra) Karya Pusaka Sukabumi Asep Roehendi, Senin (22/6). "Logikanya, harga bahan baku di dalam negeri turun setelah pengurangan bea masuk. Namun, sekarang harga bahan baku belum juga turun," kata Asep. Harga pelat baja impor masih berkisar Rp 10.000-Rp 12.000 per kg. Pelat baja impor tersebut biasanya digunakan perajin logam di Cibatu untuk memproduksi suku cadang sepeda motor.

Pabrikan sepeda motor hanya mau menerima suku cadang yang menggunakan pelat baja impor dari Jepang. Di Cibatu suku cadang sepeda motor diproduksi PT Barkah Jaya Mandiri dan Kopinkra Karya Pusaka.

Ketua Asosiasi Permesinan dan Pengerjaan Logam Sukabumi Otin Saepudin berharap, pemerintah memberikan stimulus yang bisa berdampak langsung pada pelaku usaha. "Harus ada stimulus yang dirasakan langsung oleh pelaku usaha karena selama ini dampaknya tak pernah dirasakan oleh pelaku usaha. Kredit usaha rakyat yang diklaim sebagai salah satu terobosan pemerintah juga masih sulit diakses pelaku usaha," kata Otin.

Otin menambahkan, pemerintah seharusnya mengajak dialog pelaku usaha sebelum memberikan stimulus karena dalam banyak kasus, bantuan pemerintah termasuk stimulus itu tak berdampak signifikan terhadap perputaran usaha. Di Cibatu, pemerintah pernah memberikan stimulus berupa bantuan mesin untuk membuat cetakan. Namun, mesin itu tak bisa digunakan dengan baik karena pemerintah tidak merekrut operator sekaligus.

Petani berunjuk rasa

Sementara itu, di Cirebon sekitar 100 petani dari berbagai kecamatan, Senin, berunjuk rasa di depan Pendapa Kabupaten Cirebon. Mereka menuntut hak-hak kaum petani agar lebih diperhatikan. Sebab, selama ini pemerintah dinilai kurang berpihak kepada petani, bahkan cenderung menguntungkan pihak pemilik modal.

Perwakilan petani yang dimotori Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Cirebon berunjuk rasa secara damai. Mereka meminta berdialog langsung dengan Bupati Cirebon. Namun, yang bersedia menemui hanya Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Ali Effendi.

Menurut Ketua SPI Cirebon Mae Azhar, janji pembagian lahan seluas 2 juta hektar dari pemerintah pusat tidak pernah terealisasi. Padahal, lahan sangat dibutuhkan mengingat petani hanya memiliki sekitar 0,3 hektar (di Jawa). Harga sewa pun sangat mahal. "Ada sawah yang tanahnya subur, tetapi harga sewanya sampai Rp 10 juta per hektar per tahun," ujar Azhar.

Pupuk sering langka saat musim tanam. Jual beli air ketika musim kemarau pun masih terjadi. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan petani makin besar. (AHA/THT)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com