MANADO, KOMPAS.com — Kompor briket batu bara dan elpiji ternyata masih minim peminat di kalangan penjual makanan di Manado karena sebagian besar masih berketergantungan pada minyak tanah.
"Minyak tanah relatif lebih murah dan mudah didapatkan, serta tidak memiliki risiko besar ketimbang bahan bakar gas," kata Marthinus S, salah seorang pedagang makanan di Manado, Minggu (21/6).
Warga mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi pemanfaatkan briket batu bara dan elpiji dari pemerintah atau penyuluh sehingga sulit untuk dimanfaatkan. Padahal, bahan bakar minyak tanah mudah didapatkan di pasaran atau sejumlah pangkalan, dengan harga murah hanya Rp 3.000 per liter.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Sulut Gemmy Kawatu mengakui bahwa masyarakat kurang meminati pemanfaatan kompor briket batu bara dan elpiji.
Upaya menghadirkan elpiji dan briket batu bara sebenarnya terus dimatangkan, dengan melakukan sosialisasi, karena bahan bakar itu ramah lingkungan. Bahan bakar elpiji sudah cukup baik distribusinya di Sulut, setelah stasiun pengisian dan pengangkutan elpiji khusus (SPPEK) di Kota Bitung berkapasitas 300 metrik ton (MT) resmi beroperasi.
Kemudian, kompor briket batu bara pertama di Indonesia, Britubara, mulai dipasarkan secara besar-besaran di Kota Manado, sebagai alternatif mengurangi ketergantungan pada penggunaan minyak tanah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.