Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengojek Ulin, Menantang Maut di Trans-Kalimantan

Kompas.com - 16/02/2009, 08:25 WIB

Iming-iming keuntungan tinggi membuat mereka nekat. Kayu ulin mereka beli di desa-desa di dekat hutan dengan harga Rp 25.000-Rp 35.000 per potong, kemudian mereka jual seharga Rp 45.000-Rp 60.000 per potong.

”Sekali angkut, biasanya dapat untung bersih Rp 100.000,” kata Darham. Keuntungan itu sudah dipotong angsuran kredit sepeda motor sebesar Rp 21.000. ”Kami hanya sanggup mengangkut ulin dua hari sekali. Badan bisa remuk kalau tiap hari narik kayu,” kata Darham.

Usaha ini menggiurkan karena permintaan akan kayu besi khas Kalimantan itu tinggi, tetapi pasokan kurang karena kayu sudah langka. Akibatnya, di Kalsel saat ini harga kayu ulin melangit, berkisar Rp 1 juta-Rp 2 juta per meter kubik.

Jalur penyedot kayu

Hingga beberapa tahun lalu, para pengojek ulin tak perlu membawa muatan dengan cara yang berisiko. Waktu itu mereka dengan leluasa membawa kayu ulin dengan truk asal bisa membayar uang sogokan kepada aparat. Jalan trans-Kalimantan di ruas ini menjadi saksi jutaan kubik kayu yang dibawa dengan truk-truk setiap harinya.

Tahun 2005, pemerintah menertibkan pembalakan hutan. Truk pengangkut kayu tak bisa lagi bebas berlalu lalang. Para pemain kayu yang kehilangan pekerjaan kemudian berdemonstrasi besar-besaran, yang berujung anarki dengan merusak Kantor DPRD Tanah Laut. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut pun memberikan kelonggaran kepada pekerja kayu untuk mengangkut kayu dengan sepeda motor. Sejak itulah muncul pengojek ulin.

Keputusan Bupati Tanah Laut Nomor 35 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemanfaatan Limbah Kayu Ulin menyebutkan, panjang kayu ulin yang boleh dibawa dengan sepeda motor tidak lebih dari 1,5 meter.

Keputusan itu sempat mengundang kontroversi karena dituding menjadi pembenar bagi perdagangan kayu hasil pembalakan. ”Kayu yang dibawa pengojek motor itu bukan limbah, tapi tebangan baru. Karena itu, harus ada penertiban,” kata Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi.

Namun, pengojek ulin yang tak memiliki alternatif usaha lain tak hirau dengan hal itu. ”Kalau dulu yang kami takuti aparat, sekarang kami hanya takut jatuh,” kata Darham, yang pada masa kejayaan pembalakan kayu menjadi sopir truk kayu.

Bagi Darham, keputusan bupati itu menjadi senjata untuk melenggang di jalan trans-Kalimantan dengan memboncengkan kayu ulin. Ia tak khawatir ditangkap aparat. Ia hanya takut jatuh dan mati di jalan.... (Haryo Damardono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com