Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Lain tentang Si Bocah Dukun dari Jombang

Kompas.com - 05/02/2009, 08:56 WIB

Setelah kejadian itu, aparat desa pun mengimbau agar keluarga Ponari memindahkan lokasi pengobatan ke balai desa atau lokasi lain. ”Kalau sampai ada yang tewas lagi, siapa yang bertanggung jawab,” kata Kepala Desa Balongsari Nila Retno.

Praktik Ponari memang sempat dihentikan polisi. Persisnya, tanggal 1-2 Februari 2009. Namun, Selasa lalu tempat itu dibuka kembali. Menurut Kepala Kepolisian Sektor Megaluh Ajun Komisaris Sutikno, hal tersebut atas pertimbangan kemanusiaan. Selain itu, jalan menuju rumah Ponari yang semula berupa tanah liat kini sudah diperkuat batu kerikil dan pasir. Untuk keamanan, diterapkan sistem kupon antrean.

”Untuk pengamanan, sekarang dibantu Polres Jombang,” papar Sutikno, seraya menambahkan, polisi juga dibantu aparat Kodim, Koramil, dan Satpol PP Kabupaten Jombang.

Keberatan

Menurut Nila, tempat pengobatan tidak pindah karena keluarga Ponari keberatan. Jika lokasi praktik dipindah, diyakini ”kekuatan” Ponari akan hilang.

”Ponari bilang, jika ia pindah ke tempat lain, dirinya sudah takkan lagi bisa mengobati. Karena di tempat inilah ia mendapat wahyu,” kata Paeno, paman Ponari.

”Wahyu” itu seakan menjadikan Ponari sebagai ”ratu adil” yang akan ”membebaskan” segala masalah, dalam hal ini penyakit. Pada kalangan tertentu, pemahaman soal konsep ratu adil atau mesianisme ini kebetulan sudah melekat kuat sehingga kehadiran Ponari dengan ”kekuatannya” seolah stempel bagi ide mesianisme yang akan membawa pada zaman Kertayuga yang gilang-gemilang itu.

Konsep ratu adil yang dipercaya sebagai pembebas dari zaman Kaliyuga, ketika negara seolah dijalankan dengan serampangan karena pemerintah yang makin tergerus wibawanya, elite politik yang sibuk bertarung sendiri menyebabkan rakyat terjebak dalam kesulitan terus-menerus. Hal itu membuat arah perjalanan bangsa yang seakan tidak jelas.

Hari Catur Wijayanti, psikolog yang buka praktik di Jombang, menuturkan, kedatangan ribuan orang itu juga bisa dilihat sebagai fenomena keingintahuan banyak orang semata. ”Untuk yang datang berobat kan pasti diantar, paling tidak oleh satu atau dua orang. Nah, kebanyakan yang datang juga hanya ingin mengetahui saja. Kalau soal itu (kesembuhan), mungkin terkait juga dengan sugesti seseorang,” katanya. (Ingki Rinaldi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com