Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Arkeologi Indonesia

Kompas.com - 11/01/2009, 08:43 WIB

DAHONO FITRIANTO

Hingga hari ketujuh setelah skandal perusakan situs ibu kota Majapahit di Trowulan terungkap luas di masyarakat, Prof Dr Mundardjito masih belum habis pikir bagaimana sebagian orang yang mengaku arkeolog masih berpendapat bahwa tidak terjadi kerusakan pada situs penting itu. Wawasan, pengalaman, dan pengabdiannya sebagai arkeolog, yang dibangun berpuluh tahun, seketika dianggap tak berarti oleh pernyataan orang-orang tersebut.

Profesor Mundardjito (72) adalah Trowulan. Itulah kesan pertama saat saya pertama kali mendapat tugas meliput peristiwa ini. Hampir seluruh kenalan yang memiliki akses ke dunia arkeologi di Tanah Air hanya merekomendasikan satu nama saat ditanya siapa orang paling berkompeten berbicara tentang situs Majapahit di Trowulan. ”Prof Mundardjito atau Pak Oti dari UI,” demikian bunyi hampir setiap SMS yang masuk.

Dalam perkembangan selanjutnya pengungkapan kasus ini, makin jelas bahwa pria kelahiran Bogor, 8 Oktober 1936, tersebut adalah orang paling kompeten dan menguasai permasalahan di lapangan. Mundardjito juga yang dari tahap paling awal gigih berjuang mengingatkan pemerintah untuk segera menghentikan pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di situs Segaran III, Trowulan, Mojokerto.

Bahkan di tengah kesibukan dan keprihatinan mempersiapkan operasi pengangkatan empedu istrinya, Ny Martuti S Danusaputro, Mundardjito tetap melayani wawancara dengan wartawan, konsultasi dengan kalangan arkeolog dan orang-orang yang peduli terhadap peninggalan sejarah, hingga menerima telepon dari menteri untuk menjelaskan duduk perkara kasus tersebut. ”Banyak hal yang belum jelas dan belum selesai dari kasus ini,” katanya.

Sejak batu pertama proyek itu diletakkan pada 3 November 2008, dilanjutkan dengan dimulainya pekerjaan fisik pada 22 November, Mundardjito terus mendapatkan informasi tidak sedap dari teman-teman dan kolega sesama arkeolog yang berdinas di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur. Informasi itu sangat mudah ia dapatkan karena dari pengalamannya selama lebih dari 40 tahun di dunia arkeologi, bisa dikatakan Mundardjito mengenal dengan baik hampir semua arkeolog, yang sebagian adalah bekas muridnya.

Dua pejabat tinggi di bidang pelestarian peninggalan purbakala saat ini, yakni Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajad dan Direktur Peninggalan Purbakala Soeroso MP, juga adalah bekas murid Mundardjito. ”Mereka dulu mahasiswa saya. Bahkan saat Hari Untoro menikah, saya yang menjadi saksi,” ungkap Pak Oti, panggilan akrab Mundardjito.

Dua orang itulah yang kena ”semprot” Mundardjito pada 19 Desember 2008 saat profesor tersebut membawa bukti-bukti tak terbantahkan tentang kerusakan situs Majapahit di lokasi pembangunan PIM. ”Saya katakan kepada mereka bahwa sampai kapan pun orang akan mengingat kejadian ini. Jika Pak Harto akan selalu diingat orang karena korupsinya pada masa Orde Baru, orang pun akan selalu mengingat mereka sebagai perusak peninggalan Majapahit jika tidak segera menghentikan proyek ini!” tandas salah satu pendiri Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) ini.

Pengabdian

Jika kita menengok ke belakang, akan terlihat bagaimana Mundardjito menghabiskan 3/4 hidupnya untuk kemajuan dunia arkeologi di negeri ini. Tahun 1956, saat usianya baru 20 tahun, Mundardjito memutuskan masuk ke Jurusan Arkeologi, yang waktu itu masih berada di bawah Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com