Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah yang "Gue Banget"

Kompas.com - 19/10/2008, 03:00 WIB

Ninuk Mardiana Pambudy

Tidak sulit mencari rumah Samuel Wattimena di Jalan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bangunan itu mudah dikenali karena masih mempertahankan fungsi awalnya sebagai rumah tinggal.

Bangunan lain sudah berubah fungsi menjadi sekolah, galeri, rumah makan, toko material bangunan, tempat pijat refleksi, praktik bersama dokter, hingga deretan toko fotokopi.

Rumah perancang busana, pemilik agen model, dan pembina perajin tenun ini seperti mengingatkan pada suasana Kebayoran Baru yang masih nyaman hingga 20 tahun lalu, ketika peruntukan kawasan masih tertib mengikuti cetak biru saat kawasan satelit Jakarta itu dibangun.

Begitu kaki melangkah memasuki halaman depan yang ditutup lantai terakota, teras yang lebar dan lega langsung menyambut. Pohon pisang hias, kamboja, dan palem memberi rasa teduh di teras yang kental bernuansa rumah tradisional dengan kanopi yang menjorok ke luar, tiang-tiang jati tua menyangga kanopi teras, dan lantai keramik berwarna krem.

Suara kendaraan—dan terutama bajaj—yang memekakkan telinga agak teredam oleh tembok tinggi dan pepohonan di tepi pagar itu.

Teras depan itu jelas dimaksudkan sebagai tempat kumpul dan bersosialisasi. Di sisi kiri ada meja panjang kayu panjang berkursi enam, di tengah meja bulat marmer dengan kaki dari jati utuh berukir, serta di sebelah kanan meja oval menjadi antara kursi dipan besi berbantalan merah dan kursi-kursi tamu dari masa tahun 1960-an.

Nuansa etnis Jawa muncul pada pintu jati berukir menuju ke bagian dalam rumah, sementara sepasang pintu jati dengan kisi-kisi udara di bagian atas mengapit di kiri dan kanan.

Meski begitu, akan segera terlihat ini bukan rumah tradisional. Di atas meja panjang digantungi lampu metalik. Dinding yang diberi detail guratan itu dihiasi poster berbagai pertunjukan teater yang kostumnya didesain Samuel; poster Klik, agen model milik Samuel; dan poster kampanye pencegahan HIV AIDS. Suara Michael Buble yang melantunkan lagu-lagu bernada jazzy pun sayup-sayup menembus hingga ke teras.

”Gue banget”

Teras yang lega itu menjadi tempat favorit Samuel. Di situ dia melakukan rapat, biasanya malam hari. Meja panjang tempat rapat itu semula berada di bagian dalam rumah, tetapi kemudian dipindahkan ke teras. Pada malam hari, suara kendaraan tak seriuh siang hari.

”Alasannya sederhana, yang ikut rapat banyak yang merokok. Kalau di dalam ruang asapnya enggak tahan. Saya kan asma,” cetus bujangan berusia 47 tahun itu. Kursi dipan ada di teras juga bukan tanpa alasan. Kalau lelah rapat dan butuh jeda, bisa duduk-duduk di situ.

Bentuk dasar rumah Samuel masih mempertahankan bentuk asli dengan bubungan berbentuk lancip. Gentengnya pun masih genteng tanah liat merah bakar. Tetapi, ruang-ruang di dalamnya mengalami perubahan.

Kamar tidur kini tinggal satu. Dua kamar tidur sudah dibongkar untuk memberi ruang lega bagi ruang tamu merangkap ruang pamer. Satu ruang tidur lain di bagian depan dipertahankan sebagai ruang mencoba baju bagi pelanggan yang memesan pakaian.

Ruang tamu merangkap ruang pamer merangkap ruang ganti pakaian ini sudah mengalami redekorasi. Nuansa merah mendominasi melalui karpet, salah satu dinding, dan dinding ruang ganti yang terbuat dari kayu ukir dari Bali.

Di ruang ini kembali Samuel memasukkan unsur modern melalui lukisan diri karya Willem dalam dominasi warna biru dengan paduan kursi kulit hitam. Di meja kayu ada pelana kayu hitam dari Nusa Tenggara dan mesin jahit tua yang dibeli dari Yogya.

Ruang berikut adalah ruang kerja merangkap ruang makan. Lemari-lemari kaca dipenuhi buku atau materi desain. Manekin juga ada di sini. Ciri khas Samuel yang mementingkan fungsi dan kenyamanan tampak jelas.

Pintu lemari di ruang kerja ini merangkap menjadi cermin yang memberi kesan luas pada ruangan dan pintu lemari yang lain merangkap menjadi papan tulis sehingga hemat ruang. Ruang ini terasa seperti ruang tinggal biasa dan memberi jeda dari ruang tamu merangkap ruang tengah yang terasa meriah oleh warna merah dan ornamen etnis pada cermin, kursi, lemari pajangan, serta penyekat ruang ganti.

Rumah ini memang terasa amat menekankan fungsi. Di ruang ganti tersedia dipan kulit yang dapat digunakan bila ada teman yang ingin menginap.

Rumah yang disebut amburadul oleh Samuel itu sekaligus dia sebut sebagai ”gue banget”.

”Di rumah ini aku bisa temukan barang apa saja yang aku butuhkan, jadi aku merasa nyaman banget,” kata Samuel. “Aku enggak keberatan ada banyak barang, asal fungsional dan tidak boleh berdebu karena aku asma.”

Maluku dan Jawa

Caleg PDI-P daerah pemilihan Maluku ini mencoba memberi nuansa Maluku, daerah asal kedua orangtuanya, pada rumah dengan unsur dominan kayu ini. Teras yang terbuka adalah salah satunya. ”Kalau di Maluku, terasnya menghadap ke laut lepas. Di sini ya... menghadap pagar,” kata Samuel diiringi tawa.

Meski begitu, Samuel merasa pengaruh Jawa terasa amat kuat pada dirinya. Tetangga ketika dia kecil adalah orang Solo dan Yogya. Setiap hari dia mendengar alunan musik Jawa yang dibunyikan tetangganya. Itu pula yang memengaruhi pilihannya pada berbagai elemen di rumah berusia 60 tahun yang dia warisi dari orangtuanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com