Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Tarik Buku Pemusnahan Etnis Melanesia

Kompas.com - 08/08/2008, 20:24 WIB

YOGYAKARTA, JUMAT - Buku berjudul Pemusnahan Etnis Melanesia dengan subjudul Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat, yang diterbitkan Galang Press, ditarik kejaksaan. Pada November 2007 lalu, buku terbitan Galang Press yang lain yakni Tenggelamnya Rumpun Melanesia dengan subjudul Pertarungan Politik NKRI di Papua Barat, mendapat perlakuan sama.

Isi buku setebal 477 halaman yang dikarang Socratez Sofyan Yoman seorang pendeta di Papua, dan telah diterbitkan sejak November 2007 itu dianggap mengganggu ketertiban umum sehingga dapat menimbulkan kerawanan, terutama dalam menjaga persatuan dan kesatuan.

Kepala Seksi Sosial Politik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Asep Syaiful Bachri, yang dihubungi Jumat (8/8) sore, mengatakan pihaknya hanya menindaklanjuti surat penyitaan dari Kepala Kejati. Sebelumnya, ada surat Jaksa Agung RI Nomor Kep-052/A/JA/06/08 bertanggal 20 Juni 2008 tentang larangan peredaran buku tersebut.

"Setelah ini kami akan melapor ke Kejaksaan Agung. Begitu ada surat Kepala Kejati, baru dilakukan pemusnahan buku pertama (Tenggelamnya Rumpun Melanesia atau buku kedua) sebanyak 154 eksemplar dan 213 buku kedua," kata Asep.

Sebelumnya, sekitar pukul 10.00, pihak Galang Press telah menyerahkan 213 eksemplar sisa buku dimaksud, yang masih ada di penerbit ke Seksi Sospol Kejati DIY.

Menanggapi penyitaan ini, Direktur Galang Press, Julius Felicianus mengatakan kejaksaan semestinya memiliki ahli tentang Papua. Ahli itulah yang nantinya berdiskusi apakah isi buku itu benar-benar mengganggu ketertiban. "Mengenai buku ini mengandung kontroversi atau tidak, itu kan nanti setelah ada debat," katanya.

Setelah berdebat, lanjut Julius, kejaksaan bisa mengeluarkan buku baru. Jadi, buku harus dilawan dengan buku. Karena pelarangan secara tiba-tiba, kata Julius menambahkan akan berakibat pada menurunnya semangat menulis orang-orang yang ada di daerah. "Ini penting untuk meningkatkan daya tulis dari daerah," ucapnya.

Disinggung apakah isi buku kedua mengganggu ketertiban, Julius berpendapat pembaca di Indonesia sudah pandai. Mereka bisa membedakan mana buku yang baik dan tidak baik. Demikian pula dengan kata-kata menganggu ketertiban, harus dijelaskan lebih rinci.

Sama halnya buku Tenggelamnya Rumpun Melanesia (buku pertama) yang ditulis Sendius Wonda seorang staf bupati di Jaya Wijaya, buku kedua ini dicetak 3000 eksemplar dan sudah diedarkan di seluruh Indonesia. Julius menjelaskan buku kedua sebenarnya sudah ditarik begitu kejaksaan mengeluarkan larangan peredaran buku pertama tahun lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com