Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sopir Angkot Kediri Pilih Prei Saja

Kompas.com - 25/05/2008, 17:44 WIB

 

 

 

KEDIRI, MINGGU - Satu hari setelah kenaikan harga bahan bakar minyak diumumkan oleh pemerintah pusat, ratusan sopir angkutan kota dan angkutan pedesaan di Kediri memilih tidak beroperasi. Hal itu dilakukan untuk menghindari kerugian karena pendapatan mereka tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan bakar.

Sejumlah sopir mengeluh, pendapatannya turun drastis hingga 70 persen sejak dinaikkannya tarif angkutan menyusul kenaikan harga BBM. Di sisi lain, biaya operasional mereka membengkak sampai dengan 50 persen karena harga spare part kendaraan juga ikut naik.

Pengamatan Kompas pada Minggu (25/5) di Terminal Tamanan Kediri, banyak bus yang diparkir. Padahal sebelumnya, terminal tersebut selalu sepi karena semua armada bus baik yang melayani rute antar kota maupun antar provinsi beroperasi.

Di jalur angkutan kota dan angkutan pedesaan lebih memprihatinkan. Selama sehari, hanya sekitar 10-15 unit mobil penumpang umum yang masuk ke terminal. Padahal biasanya, jalur ini selalu padat apalagi di hari Minggu dimana banyak warga pergi berekreasi atau berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.

Mohammad Dakun (37) sopir angkutan jurusan Warujayeng-Kediri mengatakan sebelum naiknya harga BBM jumlah kendaraan yang beroperasi pada rute tersebut mencapai 30-50 unit per hari.

Akan tetapi sejak hari Sabtu-Minggu kemarin hanya 10 unit mobil yang beroperasi. Itu berarti jumlah angkutan yang masih beroperasi hanya tinggal 20-30 persen. Lebih banyak yang memilih berhenti beroperasi daripada yang masih jalan.

Angkutan kota jurusan Kediri-Pare juga sama. Dari 50 lebih unit angkutan yang beroperasi di jurusan ini, kini yang masih jalan tinggal 7-10 unit. Itupun tidak penuh, jika penumpang sepi, sopir pun memilih tidak meneruskan perjalanan melainkan pulang ke rumah atau mangkal di terminal lebih lama.

Sutrisno, sopir angkutan jurusan Warujayeng-Kediri mengatakan, satu unit mobil yang dioperasikannya menghabiskan solar sekitar 10 liter solar untuk satu rute Warujayeng-Kediri (pulang-pergi). Dalam sehari biasanya ia menempuh jarak tiga kali pulang pergi atau menghabiskan Rp 165.000. Padahal sebelumnya biaya bahan bakar hanya Rp 129.000.

Pendapatan kotor yang diterima setelah kenaikan harga BBM hanya Rp 160.000-180.000 per hari. Sebelumnya para sopir ini mengaku pendapatannya mencapai Rp 200.000 per hari. Setelah dipotong BBM, rata-rata pendapatan sopir tinggal Rp 15.000 bahkan terkadang harus merugi jika penghasilannya kurang.

Untuk menjaga penumpang tetap ada, kebanyakan sopir angkutan tidak berani menaikkan tarif terlalu tinggi, rata-rata Rp 500 Rp 2.000 per orang tergantung jauh dekat jarak yang ditempuh. Kepada para penumpang langganan seperti pedagang di pasar diberikan tarif khusus yang lebih murah.

Cara lain yang ditempuh sopir angkutan agar tetap bertahan adalah dengan memutuskan hubungan kerja dengan kernek. Untuk menghindari pengeluaran yang besar, sopir angkutan merangkap sebagai kernek mencari penumpang, menaikkan dan menurunkan barang. "Capek sekali, harus bolak-balik depan belakang, kanan-kiri. Mau gimana lagi, kalau pake kernek malah tidak bayaran," ujar Sulaiman sopir angkutan jurusan Kediri-Pare. 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com