Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Perlu Selidiki Proses Impor Gula

Kompas.com - 27/05/2013, 20:42 WIB
Agnes Swetta Br. Pandia

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menyelidiki proses pemberian izin impor gula, karena disinyalir ada penyimpangan yang bermuara pada tindak pidana korupsi. Padahal setiap tahun tak kurang tiga juta ton gula rafinasi diimpor sehingga produk lokal makin terdesak, karena gula impor juga merembes ke sektor konsumsi.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, di Surabaya, Senin (27/5/2013), mengatakan, dugaan penyimpangan bukan hanya impor sapi, tetapi juga pada gula. Apalagi kebutuhan akan gula terutama untuk industri tidak bisa dipenuhi oleh pabrik gula lokal yang menggunakan bahan baku tebu.

"Gula lokal semakin tak dilirik, karena produk impor sudah membanjiri pasar domestik, dan gula konsumsi juga banyak yang menggunakan impor," katanya.

Pemerintah pun terus membuka kran impor, karena alasan industri kekurangan gula, padahal realitanya gula untuk industri itu pun dipasok ke pasar konsumsi yang seharusnya dikuasai gula lokal termasuk di Jawa Timur. Padahal gula yang diproduksi pabrik gula di Jatim justru mengalami surplus, sehingga harus dipasarkan ke Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi, dan Kalimantan.

Pada kesempatan itu, sebanyak 250 petani yang selama ini memasok tebu ke pabrik gula milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI menuntut agar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jatim Nomor 17/2012 mengenai peningkatan rendemen dan hablur tanaman tebu diterapkan.

Perda yang berlaku sejak 2012 mengatur, dalam tiga tahun sejak aturan ini diterapkan, rendemen tebu di Jatim harus dipatok minimal 10 persen, sehingga 2013 merupakan tahun kedua dan sesuai tahapan, harusnya rendemen sudah 9 persen. Realitanya pada musim giling 2012, PTPN XI mematok rendemen tebu petani di bawah 6 persen.

Ketika di PTPN XI, rombongan petani diterima Direktur Utama PTPN XI, Andy Punoko, sedangkan di Kantor Gubernur Jatim mereka diterima Wakil Gubernur Saifullah Yusuf bersama Asisten Bidang Ekonomi Pemprov Jatim Hadi Prasetyo.

Menurut Arum Sabil, tuntutan petani soal rendemen agar margin yang dinikmati mereka lebih tinggi. Paling tidak bisa mencapai 9 persen sehingga petani tidak rugi.

Dalam hitungan biaya pokok produksi (BPP) di tingkat petani, jika rendemen 6 persen dengan produksi tebu rata-rata 90 ton per hektar maka BPP Rp 11.850 per kg gula. Kalau rendemen 7 persen BPP mencapai Rp 10.150, dan rendemen 8 persen Rp 8.900 per kg gula. Sementara ketika rendemen 9 persen, BPP sekitar Rp 7.900 per kg gula dan bahkan 10 persen menjadi Rp 7.100 per kg gula, sehingga petani bisa memperoleh keuntungan.

Selama ini, kata Arum, rendemen tebu petani dan pabrik gula berbeda sampai dua poin. Bahkan pada musim giling 2012, rendemen tebu pabrik gula lebih tinggi 2 poin di banding tebu petani. Padahal ketika rapat koordinasi APTRI bersama perwakilan petani tebu sewilayah PTPN XI bersama Direksi PTPN XI, petani menyatakan sikap antara lain menyangkut bagi hasil gula milik petani dinaikkan dari 66 persen menjadi 70 persen secara rata-rata, tanpa melihat persentase rendemen yang dihasilkan.

Petani juga menuntut bagi hasil tetes petani 5 persen per kuintal atau 100 kilogram tebu.

Menanggapi keluhan petani tebu tersebut, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan, pihaknya sudah memahami tuntutan petani. Pemprov Jatim akan berusaha mencari penyelesaian, agar beberapa persoalan terutama menyangkut rendemen bisa segera terselesaikan. Apalagi saat ini ada beberapa pabrik gula sudah memulai musim giling 2013.

Dalam pertemuan itu sempat ada dialog antara Hadi Prasetyo dengan beberapa petani tebu yang hadir dari Jember, Situbondo dan Pasuruan. Umumnya petani meminta Pemprov Jatim benar-benar mencari solusi, karena saat ini gula lokal makin terdesak gula impor, sementara pabrik gula masih menerapkan diskriminasi terutama menyangkut rendemen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com