Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Adukan Penggelapan Pajak Rp 45 Miliar

Kompas.com - 20/05/2013, 14:29 WIB
Irma Tambunan

Penulis

JAMBI, KOMPAS.com — Mahasiswa Jambi yang tergabung dalam Gerakan Bersama Rakyat Kampus berunjuk rasa mengadukan dugaan penggelapan pajak oleh PT NH kepada Kantor Pajak Pratama Jambi, di Jambi, Senin (20/5/2013). Perusahaan diduga tidak membayarkan pajak pertambahan nilai atas seluruh penjualan produk-produk yang dijualnya kepada konsumen selama tiga tahun terakhir hingga mencapai Rp 45 miliar.

Koordinator lapangan Rahmat Hidayat mengatakan, perusahaan merupakan distributor tunggal produk Unilever untuk sejumlah swalayan di wilayah Jambi. Saat ini penyidikan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak pusat. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jambi juga telah diminta melakukan penagihan pada perusahaan. "Setelah menjual produk-produk ini pada sejumlah swalayan, perusahaan tidak membayarkan pajak pertambahan nilai," ujarnya.

Terkait itu, pihaknya meminta Kepala Pelayanan Pajak Pratama Jambi secepatnya memberi penjelasan. Mahasiswa juga meminta aparat mengusut tuntas dan memeriksa catatan pajak perusahaan.

Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Kantor Pajak Pratama Jambi, Eko Herman Susilo, yang menemui para mahasiswa mengatakan tidak dapat memberi penjelasan apa pun terkait keterbukaan data pajak perusahaan. Ini terkait aturan yang mewajibkan kantor pajak menjaga kerahasiaan perusahaan wajib pajak. "Kami tidak boleh membuka data wajib pajak kepada publik sebelum kasusnya masuk peradilan," ujarnya.

Menurut Eko, pihaknya juga belum mengetahui adanya perintah dari Dirjen Pajak untuk memeriksa kasus tersebut, apalagi untuk menagih nilai pajak kepada perusahaan terkait. "Kami malah belum tahu soal itu," tuturnya.

Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pajak Pratama Jambi Agus Winarso mengatakan, perusahaan distributor wajib membayar pajak atas pertambahan nilai setiap produk yang dijualnya kepada konsumen sebesar 10 persen. Perusahaan yang terbukti tidak membayar bakal dikenai nilai pajak atas produk yang dibelinya. "Nilainya tentu lebih besar. Wajib pajak sendiri yang akan merugi jadinya," kata Agus.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com