Perempuan Harus Menolak Kenaikan Harga BBM

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Sebab, perempuan menjadi pelaksana sekaligus pengendali kebutuhan rumah tangga di tengah melambungnya harga-harga kebutuhan pokok.

Demikian diungkapkan aktivis perempuan, Rani Pribadi, dalam diskusi "Mengapa Perempuan Harus Menolak Kenaikan Harga BBM" di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (30/3/2012). Selain perempuan, lansia juga berisiko tinggi menanggung dampak kenaikan harga BBM.

"Distribusi relasi kuasa sosial yang timpang dan jender tetap akan menjadikan perempuan sebagai pihak yang harus berhadapan pada tekanan psikis akibat kenaikan harga BBM," ujarnya.

Dalam diskusi ini, Rani membacakan petisi Perempuan Menolak Kenaikan Harga BBM. Isi petisi tersebut adalah, kenaikan harga BBM akan berdampak pada menurunnya daya beli dan kualitas hidup, menurunnya kualita kesehatan reproduksi, hak anak untuk belajar dan bermain, sampai peningkatan risiko kekerasan sebagai kelanjutan meningkatnya beban hidup masyarakat.

"Kenaikan harga BBM telah memicu meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, bahkan sebelum harga BBM ditetapkan. Seharusnya pemerintah menghapuskan pos-pos APBN yang berujung pada pemborosan anggaran," ucapnya.