Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Kayu di Hari Raya Kuningan

Kompas.com - 19/12/2010, 01:13 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Satu lagi tradisi unik dari pulau dewata saat hari raya Kuningan, Sabtu (18/12/2010). Tradisi yang cukup ekstrem dan berpotensi menimbulkan cedera ini bernama Mekotek dan selalu dilakukan oleh warga Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung dengan tujuan untuk menolak bala.

Mekotek yang berasal dari kata tek-tek ini adalah bunyi kayu yang beradu satu sama lain. Layaknya sebuah perang, seribu lebih warga Desa Munggu yang berasal dari 12 banjar masing-masing membawa sebuah kayu jenis pulet yang panjangnya mencapai 3,5 meter. Untuk menjauhkan dari hal-hal negatif, sebelum menjalani tradisi ini seluruh peserta Mekotek diperciki tirta atau air suci.

Usai prosesi pemercikan tirta, perang kayu pun dimulai. Sekelompok warga membuat sebuah gunungan kayu dan pemuda yang bernyali tinggi berdiri di antara tumpukan kayu tersebut. Setelah terbentuk 2 kelompok yang siap dengan gunungan kayunya, mereka kemudian bertabrakan satu sama lain hingga kayu-kayu tersebut jatuh dan terurai.

Tak jarang kejadian-kejadian unik terjadi saat perang kayu ini berlangsung. Mulai dari peserta tercebur ke parit hingga "penunggang" kayu tersangkut di pohon. Hal ini menjadi hiburan tersendiri bagi ribuan warga dan wisatawan yang sangat antusias menyaksikan tradisi ini.

Tokoh masyarakat dan warga setempat meyakini Mekotek sebagai salah satu sarana untuk menolak bala. Dan pernah suatu kali Mekotek tidak dilaksanakan muncul wabah penyakit misterius yang menyebabkan kematian warga secara beruntun.

"Pada tahun 1915, Belanda melarang diadakannya tradisi Mekotek karena takut terjadi pemberontakan, kemudian munculah bencana berupa wabah penyakit yang menewaskan 10 orang setiap harinya," ujar Ketua Kerta Desa Munggu Ida Bagus Gede Mahadewa, di sela-sela kegiatan Mekotek.

Pihak desa kemudian bernegosiasi dengan penjajah Belanda untuk kembali menggelar tradisi Mekotek. Belanda pun meluluh dan mengizinkan warga Desa melakukan tradisi yang digelar 6 bulan sekali ini. Pasca persitiwa tersebut, sampai saat ini tidak ada lagi bencana serupa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com