BORONG, KOMPAS.com - Save Dagun (65) asal Kampung Lembah Wetik, Desa Golo Riwu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sudah 30 tahun menyusun kamus bahasa demi mengharumkan bangsa Indonesia dikancah global.
Ia juga sudah menyelesaikan penulisan serta menerbitkan buku Ensiklopedia Bahasa Manggarai.
"Saya Mohon maaf bagi teman-teman yang kurang tertarik dunia tulis-menuls buku dan kamus. Tulisan ini untuk berbagi dengan teman-teman yang senasib sebagai penulis,” ungkapnya diawal percakapan dengan Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Perjuangan KH Hasyim Asyari, Pahlawan Nasional yang Hilang Dalam Kamus Sejarah Indonesia
Dagun menceriterakan, suatu ketika saya melihat kamus bahasa Inggris Webster edisi lengkap. Ia tertegun melihat karya yang mulai dirilis Abad 19 silam itu. Kamus ini tebal kurang lebih 2500-an dengan ukuran huruf kira-kira 8 poin, kecil sekali.
“Saya berpikir betapa hebatnya orang Eropa yang menyusun kamus ini. Tradisi tulis-menulis sudah menjadi kultur sejak berabad- abad lampau,” jelasnya.
Sejak melihat kamus itu, Dagun menuturkan, ia terus berpikir dan berpikir. Muncullah mimpi besar bagaimana bisa membuat sesuatu seperti kamus Webster itu.
Putra kelima dari 10 bersaudara buah hati dari pasangan Martinus Matuk (almarhum) dan Maria Angul (almarhumah) menjelaskan, sekitar tahun 1987, kakaknya, Dr Lorens Bagus (almarhum) ahli filsafat, membuat tim kerja untuk menerjemahkan berbagai istilah filsafat, termasuk kamus filsafat. Lalu terbitlah karya ikonik "Kamus Filsafat" karya Dr Lorens Bagus.
“Inilah pengalaman awal saya mulai mengembara di dunia tulis-menulis buku dan kamus. Sejak itu, saya mulai melacak berbagai kamus di buku loak pasar Senen. Nyaris semua sudut Pasar Senen dan Kwitang bolak-balik mencari kamus bekas,” ceritanya.
Dagun mengatakan, sebelum mulai menyusun kamus, ia membeli sejumlah perangkat komputer. Kala itu, komputernya layar hijau atau biasa disebut layar jangkrik, dan untuk data pakai disket.
Kebetulan, ketika mulai susun kamus, ia bekerja sebagai penerjemah di desk luar negeri Harian Jayakarta. Kerja utamanya adalah menerjemahkan berita dari Kantor Berita Reuter dan AP.
"Betapa tersiksa kerja ini karena Inggris tidak begitu paham, nyaris setiap saat buka kamus. Hanya dengan gaji kecil sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya bertahan. Karyawan lain diangkat pegawai tetap setelah satu bulan kerja, sementara saya, setelah 3 tahun baru diangkat," katanya.
“Saya tidak begitu peduli cara diskriminasi ini dan tidak menuntut banyak di tempat kerja. Bagi saya yang penting ada leluasa menyusun kamus dengan waktu yang panjang. Kerja di Harian Jayakarta mulai perang Teluk 1991 hingga bubar reformasi 1998,” cerita suami dari Nana Gumilang Kencana Galih ini.
Dagun menceritakan, tahun 1997 Kamus Besar Ilmu Pengetahuan edisi pertama terbit. Ia terus menyusun kamus-kamus lain. Kamus Besar Tokoh Indonesia dan Dunia akhirnya terbit, menyusul kamus besar lain.
Dari 7 karya Kamus, yang rumit penyusunannya adalah Kamus Acuan Bahasa Indonesia. Kamus ini berbeda dengan karya serupa milik Poerwardaminta dan Anton Mulyono cs. Jika dalam kamus Bahasa Indonesia terdahulu, misalnya entri kata kerja dengan imbuhan dalam satu tema "Kerja", sementara dalam "Kamus Acuan Utama Bahasa" entri kerja ditulis abjad K, kemudian "Mengerjakan" ditulis abjad M dan "Dikerjakan" ditulis abjad D.
Pola ini memudahkan orang asing melacak entri-entri. Muatan Kamus Acuan Utama Bahasa Indonesia jauh lebih banyak entri dibanding Kamus-kamus bahasa sebelumnya.