SURABAYA, KOMPAS.com - Seorang bos properti ditetapkan tersangka oleh penyidik Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I.
Dirut PT PUI itu diproses hukum karena kasus perpajakan yang merugikan negara ratusan juta rupiah.
Karena berkasnya perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21, SS berikut berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya, Jumat (12/1/2024).
"Kasus ini telah resmi diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Surabaya oleh DJP guna pemeriksaan hukum lebih lanjut," kata Kepala Kanwil DJP Jatim I Sigit Danang Joyo kepada wartawan.
Baca juga: Tolak Pajak Spa 40 Persen, PHRI Bali Ajukan Judicial Review ke MK
Hasil pemeriksaan dan barang bukti, SS diduga kuat telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d atau Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Menurut Sigit, SS melalui PT PUI pada tahun 2017 pernah melakukan transaksi berupa penjualan 13 unit properti. Lawan transaksi dari PT PUI telah membayar seluruh nilai kesepakatan harga beserta nilai PPN 10 persen secara tunai dan PT PUI telah memungut PPN 10 persen tersebut dari lawan transaksi.
"Sesuai dengan data Sistem Informasi DJP bahwa PT PUI tidak melaporkan seluruh penjualan tersebut dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan status NIHIL," jelasnya.
Akibatnya, perbuatan yang dilakukan tersangka SS menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa pokok pajak sebesar Rp 465 juta dengan sanksi denda sebesar Rp 1,3 miliar.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Jatim I juga menyita harta kekayaan tersangka SS berupa tanah dan bangunan seluas 342 meter persegi di Kabupaten Badung, Bali.
Penyitaan harta sebagai mengembalikan kerugian pada pendapatan negara sesuai amanat Pasal 44 jo Pasal 44 C UU KUP.
Penegakan hukum dilakukan sebagai upaya terakhir setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk menyelesaikan secara administratif.
"Kami selalu mengedepankan pendekatan yang persuasif kepada wajib pajak, pendekatan pidana adalah upaya terakhir jika wajib pajak benar-benar tidak kooperatif," ucap Sigit.
Baca juga: Uang Pajak Lampu Jalan di Lhoksuemawe Aceh Dikorupsi Rp 3,1 Miliar
Lebih lanjut dia mengimbau para pengusaha agar mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan demi menjaga keadilan dan keseimbangan dalam sistem perpajakan.
"Direktorat Jenderal Pajak mendorong kesadaran dan kepatuhan dari seluruh pemangku kepentingan guna memastikan kontribusi pajak yang adil dan berkelanjutan demi pembangunan daerah yang lebih baik," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.