Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Modus-modus Cuci Uang Para Koruptor

Kompas.com - 02/01/2013, 20:44 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi setidaknya ada lima instrumen yang digunakan para koruptor dalam melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Kelima instrumen itu adalah rekening rupiah, polis asuransi, deposito, dan valuta asing (valas).

Hal tersebut diungkapkan Kepala PPATK M Yusuf, Rabu (2/1/2013), dalam jumpa pers di kantor PPATK. "Banyak kasus korupsi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan uang tunai dan dalam bentuk valas," ujar Yusuf.

Di dalam riset tipologi yang dilakukan PPATK pada semester I tahun 2012 dengan fokus pada tipologi terkait tindak pidana korupsi dan pencucian uang, ada lima instrumen yang biasa digunakan para koruptor. Kelimanya yakni rekening rupiah (35,1 persen), polis asuransi (13,8 persen), desposito (13,2 persen), dan valuta asing (9,2 persen).

"Biasanya mereka mengaku memiliki bisnis money changer sebagai dalih kepemilikan valuta asing dalam jumlah besar. Kami sudah berkoordinasi dengan kepabeanan terkait hal ini, tapi kalau mereka beli di money changer ilegal, sulit mendeteksinya. Sehingga butuh banyak kerja intel dalam hal ini," ucap Yusuf.

Lebih lanjut, Yusuf menerangkan, pola transaksi atau modus yang paling banyak digunakan adalah transaksi tunai baik setoran maupun tarikan tunai. Yusuf mengakui PPATK sulit mendeteksi sampai ke hulu pelaku korupsi lantaran banyak pelaku korupsi yang menggunakan transaksi tunai. Mereka tidak akan mungkin menggunakan cara transfer dalam melakukan korupsi karena lebih mudah terdeteksi.

"Selama ini sulit karena transaksi tunai. Kita hanya bisa dapat orang yang menerimanya, tapi tidak tahu uang itu asalnya dari mana. Makanya, KPK yang perlu mendalaminya lebih jauh," imbuh Yusuf.

Pola lainnya adalah dengan menempatkan dana dalam bentuk investasi seperti kepemilikan deposito, ORI, obligasi, reksadana, saham, dan SUKUK. Mereka juga kerap melakukan transaksi di perusahaan asuransi dengan nilai yang relatif besar dan tidak sesuai dengan profil nasabah.

"Cara lain yang digunakan adalah dengan menampung dana dalam jumlah yang besar pada rekening pribadi yang bersangkutan atau pihak lain yang bukan keluarga tapi masih terkait yang bersangkutan," kata Yusuf.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar Rp 100 triliun uang beredar yang diduga berasal dari praktik penyimpangan selama tahun 2012 ini. Jumlah itu berasal dari 108.145 transaksi mencurigaan yang diterima PPATK. Dari laporan itu ada sekitar 267 transaksi yang sudah ditindaklanjuti ke penegak hukum.

Sedangkan sejak 2002 lalu PPATK telah menerima 12.232.370 laporan transaksi mencurigakan. Sebanyak 2.122 laporan di antaranya sudah disampaikan kepada penyidik kepolisian, kejaksaan, KPK, badan Narkotika Nasional (BNN), dan Ditjen Pajak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com