Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spirit Emansipasi dari Minahasa

Kompas.com - 28/04/2012, 05:18 WIB
ASWIN RIZAL HARAHAP, ARIS PRASETYO, dan JEAN RIZAL LAYUCK

Masyarakat Sulawesi Utara, mulai dari Minahasa hingga Kepulauan Sangihe dan Talaud, mengenal ”Sitou Timou Tumou Tou”. Maria Walanda Maramis (1872-1924) pun hidup dalam falsafah memuliakan manusia yang lain itu. Satu abad silam, di tengah belenggu kolonialisme Belanda, Walanda sudah giat mendidik kaum perempuan.

Aktivitas mengajar dilakukan Walanda saat berusia 18 tahun, tak lama setelah menikah dengan seorang guru, Jozef Frederik. Sulitnya mengenyam pendidikan tinggi mendorong Walanda untuk berbagi keterampilan dengan perempuan di sekitar rumahnya di Airmadidi dan Maumbi, Minahasa Utara, 10 kilometer arah timur Manado.

Larangan dan tekanan dari Belanda tak membuat Walanda gentar. Diam-diam ia berkeliling dari kolong rumah panggung ke kolong rumah panggung yang lain untuk mendidik para perempuan menyulam, memasak, hingga membuat kue.

Pada masa itu, keterampilan menjadi modal berharga di tengah keterbatasan akses pendidikan. Walanda pun mendorong para perempuan yang sudah mahir untuk berbagi keterampilan kepada sesama.

Putri kedua Walanda, Anna Pawlona, menyebut kedekatan sang ibu dengan keluarga Ten Hove, pendeta Belanda di Maumbi, kian membuka wawasan Walanda akan pentingnya pendidikan keterampilan bagi perempuan. Konsep berumah tangga yang diajarkan Ibu Ten Hove pun dimanfaatkan Walanda untuk mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) tahun 1917 di Manado.

Berkat kepiawaiannya melobi, Walanda mendapat pinjaman rumah dari pedagang Belanda, A Bollegraf, untuk membuka sekolah rumah tangga, setahun kemudian. Sekolah ini menampung gadis-gadis pribumi tamatan sekolah rendah dari berbagai kalangan.

Atas kebolehannya bernegosiasi pula, Walanda sukses memperjuangkan hak pilih perempuan dalam Badan Perwakilan Minahasa (saat itu Minahasa Raad) tahun 1921. Kiprah tersebut membuatnya semakin diperhitungkan Belanda.

Walanda diizinkan untuk menyekolahkan dua putrinya, Wilhelmina Frederika dan Anna Pawlona, ke sekolah pendidikan guru di Batavia. Setamat di sekolah itu, Wilhelmina dan Anna kembali ke Manado mengajar di Hollands Chinese School, sekolah yang didirikan Belanda untuk anak-anak keturunan China.

Sekolah putri

Jerih payah memperjuangkan kesetaraan pendidikan tak lepas dari masa kecil Walanda. Setelah mengenyam sekolah rendah selama tiga tahun, ia tak bisa melanjutkan sekolah seperti adik laki-lakinya, Andries, karena Belanda membatasi akses pendidikan bagi perempuan pribumi.

Kiprah pahlawan nasional asal Minahasa itu ternyata efektif mendorong perkembangan pendidikan di Sulawesi Utara. Tahun 1950, PIKAT, yang hingga kini masih eksis, membangun sekolah kepandaian putri di Kecamatan Sario, Manado.

Tujuh tahun berselang PIKAT mendirikan asrama untuk mewadahi pelajar putri, mulai dari pelajar SMP hingga mahasiswa. Asrama berkapasitas 46 kamar itu kini berlokasi di Jalan Sam Ratulangi yang padat, bersanding dengan kantor pusat PIKAT.

PIKAT terus berkembang dan memiliki 57 cabang di delapan provinsi. Mayoritas kantor cabang membuka taman kanak-kanak dan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan tenaga guru dari kalangan pengurus.

Pada periode 1960-1970, Kota Tomohon, 25 kilometer arah selatan Manado, pernah menjadi pusat pendidikan dengan munculnya sekolah guru, seminari, dan perguruan tinggi, termasuk Universitas Kristen Indonesia (UKI).

Menurut Dekan Fakultas Teologi UKI Tomohon Augustine Kapahang Kaunang, sejak pertama didirikan, jumlah dosen dan mahasiswa perempuan selalu lebih banyak ketimbang laki-laki. Hampir 60 persen dari 1.055 mahasiswa dan 190 dosen di 11 jurusan adalah perempuan.

Pesatnya perkembangan pendidikan di Sulawesi Utara juga tidak lepas dari sikap leluhur. Kesadaran dan tradisi intelektual telah dikenal sejak abad VII. Dalam musyawarah besar pemimpin adat suku Tombulu, Tontemboan, dan Tontumaratas (subsuku yang kini menjadi Minahasa), mereka sepakat seseorang harus menjalani pendidikan sebelum ditetapkan menjadi walian (pemimpin agama).

Sejarawan Universitas Sam Ratulangi, Manado, Fendy Parengkuan, berkisah, tingginya animo warga Sulut terhadap pendidikan pernah merepotkan pemerintah kolonial Belanda. Dua penginjil asal Jerman, Riedel dan Schwarz, terpaksa menyebarkan ajaran agama Kristen pada abad XVII melalui sekolah karena permintaan masyarakat. ”Orang Sulut lebih menginginkan pendidikannya ketimbang agamanya,” kata Fendy.

Dalam buku Etnik Minahasa (Pustaka Sinar Harapan, 2002), Julius Pontororing, menggambarkan pesatnya pembangunan sekolah di Sulut pada abad XIX. Pada periode 1825- 1835, Belanda membangun sedikitnya 11 sekolah di sejumlah daerah. Belanda pun membangun Sekolah Pendidikan Guru Kristen di Tomohon tahun 1886. Sulawesi Utara menjadi salah satu pusat pendidikan terkemuka di Tanah Air. Kesetaraan pendidikan yang dicita-citakan Walanda pun kini terus bergelora seiring semangat emansipasi....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com