Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unjuk Rasa Tunjukkan Kekecewaan Rakyat

Kompas.com - 31/03/2012, 01:57 WIB

Jakarta, Kompas - Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat, Jumat (30/3), meragukan, jika harga bahan bakar minyak bersubsidi tidak naik, problem rakyat dapat terselesaikan. Unjuk rasa warga, terutama dari mahasiswa, yang marak akhir-akhir ini sesungguhnya tak hanya terkait masalah BBM.

”Unjuk rasa akhir-akhir ini bukan hanya masalah BBM,” tutur Komaruddin. Unjuk rasa di berbagai daerah itu sebenarnya juga menunjukkan kekecewaan rakyat pada kinerja pemerintah dan partai politik saat ini.

Oleh sebab itu, kata Komaruddin, jika pemerintah dan DPR menyetujui tak menaikkan harga BBM saat ini, persoalan rakyat belum tentu selesai. Masalah rakyat itu terkait dengan keterbatasan lapangan kerja, buruknya pelayanan masyarakat, dan pemberantasan korupsi.

Secara terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia di Jakarta, Jumat, menilai, politikus di DPR cuci tangan apabila menolak kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini. Politikus di DPR itu akhirnya menolak kenaikan harga BBM setelah melihat berbagai unjuk rasa dari masyarakat, baik mahasiswa maupun buruh, yang menolak kenaikan harga BBM.

”Kalau mau menolak, mengapa tak sejak awal,” katanya. Menurut Alvon, jika politikus ingin menolak kenaikan harga BBM, mereka bisa menyampaikan argumen dan alternatif solusi kepada masyarakat dan pemerintah sejak awal. Sikap politikus di parlemen itu juga adalah suatu uji coba terhadap rakyat.

”Mereka mau melihat dahulu reaksi masyarakat. Ini sikap yang tak elegan dan ksatria,” katanya.

Ahli hukum tata negara Irmanputra Sidin meminta Dewan tak mempermainkan rakyat dengan mengatakan menyerahkan keputusan untuk menetapkan harga BBM kepada pemerintah. DPR harus berani mengambil keputusan menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM.

”Percuma rakyat memilih wakilnya di DPR bila ternyata daulat rakyat digadaikan ke pemerintah,” katanya. Jika diserahkan kepada pemerintah, yang rugi adalah Presiden. (fer/ana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com