Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Adat Dayak Ngaju Terabaikan

Kompas.com - 24/10/2011, 14:01 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Adat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah merasa diabaikan dalam segala bentuk program pemerintah. Mulai dari zaman orde baru dengan Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) Satu Juta Hektar 1996 hingga saat ini dengan program pengurangan emisi melalui deforestasi dan pencegahan kerusakan lahan (REDD+).

Ini belum termasuk berbagai proyek investasi kelapa sawit dan pertambangan. Semuanya dinilai merampas hak masyarakat adat Dayak Ngaju sebagai pemilik tanah secara turun-temurun.

Ini diungkapkan beberapa perwakilan Masyarakat Adat Dayak Ngaju yang didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam temu dengan media, Senin (24/10/2011) di Jakarta.

Pekan lalu, mereka yang berasal dari 4 desa di kecamatan Mentagai Kabupaten kapuas Kalimantan Tengah, telah bertemu dan melayangkan keresahannya pada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Komisi IV DPR serta Badan Pertanahan Nasional.

Di situ, masyarakat menyampaikan kawasan bekas PPLG yang memiliki gambut sedalam 1-20 meter telah dikuasai oleh 23 perusahaan perkebunan sawit. Dari jumlah itu, 11 perusahaan dinyatakan tidak berizin seluas 380.000 hektar. Ini belum lagi proyek konservasi setempat yang dituding merampas hak dan akses masyarakat akan pemanfaatan hasil hutan.

"Kami mau tanah kami dikembalikan ke masyarakat," ucap Tanduk, tokoh masyarakat adat Dayak Ngaju. Nurhadi, anggota masyarakat Dayak Ngaju lainnya, mengatakan masyarakat desa tidak perlu diajari cara mengelola hutan. Mereka yang setiap hari tinggal di hutan, mengerti, jika hutan dijaga, maka kehidupan mereka pun terjamin.

Masyarakat Dayak Ngaju memiliki zonasi dalam hukum adatnya. Yaitu, hutan Pahewan yang merupakan kawasan keramat atau terkait ritual adat dan dilindungi. Hutan Sahepan, dipergunakan untuk masyarakat berburu dan beraktivitas mencari kulit kayu, lateks, dan obat-obatan. Hutan Kaleka untuk perladangan/perkebunan. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com