Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mediasi Komnas HAM Belum Buahkan Hasil

Kompas.com - 11/08/2011, 23:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya mediasi yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penyelesaian sengketa kemitraan inti plasma pertambakan udang Bumi Dipasena, Lampung, belum membuahkan hasil. Sengketa antara perusahaan inti PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) dan sekitar 7.512 petambak udang Bumi Dipasena sebagai plasma itu justru semakin meresahkan warga karena ulah sepihak PT AWS.

"Titik terangnya belum ada karena PT AWS menolak hadir dalam mediasi," kata Abdul Halim, Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) saat konferensi pers di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2011).

Mediasi telah dilakukan oleh Komnas HAM pada 5 Agustus lalu. Dalam surat yang dikeluarkan Komnas HAM disebutkan, mediasi diadakan demi pemulihan dan pemenuhan hak petambak plasma yang terletak di Kecamatan Rawajitu Timur, Tulang Bawang, Lampung.

Dalam pertemuan itu, Komnas HAM yang diwakili M Ridha Saleh mengundang unsur-unsur pemangku kepentingan, yaitu para petambak plasma, PT AWS, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemprov Lampung, Pemkab Tulang Bawang, BPH Migas, PLN, dan Pertamina. Sayangnya, pihak AWS tidak berkenan hadir.

Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan berpendapat, mediasi yang dilakukan merupakan suatu langkah maju dalam sengketa kemitraan inti-plasma tersebut. Sayangnya, rumusan hasil kesepakatan masih bersifat normatif.

"Masih banyak detail yang belum dituangkan dalam kesepakatan, misalnya status kemitraan antara AWS dan petambak, status fasos/fasum (fasilitas sosial/fasilitas umum), dan tanggung jawab kedua pihak," kata Deni.

Menurutnya, belum dituangkannya rincian riil terkait sengketa antara kedua pihak salah satu faktornya disebabkan ketidakhadiran pihak AWS dalam pertemuan tersebut. Ia berharap, dalam tahapan mediasi selanjutnya, pembicaraan akan menyentuh pokok-pokok hak, kewajiban, dan peran masing-masing pihak agar kehidupan para petambak tidak ditelantarkan.

Warga Bumi Dipasena sendiri sudah membuat kesepakatan tertulis yang menolak melanjutkan hubungan kemitraan dengan AWS. Akibat sengketa ini, pihak AWS telah mengambil berbagai perlengkapan dan mesin perusahaan di lokasi tambak. Tidak hanya itu, fasos/fasum yang disediakan oleh pihak AWS turut dibongkar. Dampaknya, kehidupan 7.000-an warga terlantar akibat kesulitan kebutuhan dasar jangka pendek, terutama sejak pemutusan hubungan listrik pada 7 Agustus lalu.

"Instalasi listrik sudah dipreteli dan diangkut dengan mobil oleh AWS. Pasokan BBM juga sangat terbatas, harganya sangat mahal. Masjid pun ikut dibongkar mereka," kata Kosim, salah seorang petambak.

Abdul Halim menjelaskan, sengketa eks tambak Dipasena yang telah berlangsung sejak 2007 disebabkan wanprestasi yang dilakukan oleh PT AWS. Selain posisi kemitraan yang kurang jelas, banyak kebijakan yang dianggap merugikan para petambak.

"Harga udang di pasaran Rp 52.000 sekilo. AWS membeli dari petambak hanya seharga Rp 32.000 per kilogram. Ini sangat merugikan plasma," tandas Halim.

Saat pengalihan pengelolaan tambak, PT AWS juga membuat kesepakatan akan merevitalisasi ke-16 blok tambak yang ada. Kenyataannya, hanya lima blok yang direvitalisasi. "Itu pun sebagiannya adalah dana yang didapat dari urunan petambak plasma," jelas Halim mengungkapkan salah satu wanprestasi PT AWS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com