Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saham 2,2 persen yang Menentukan

Kompas.com - 15/07/2011, 05:02 WIB

Kontrak karya PT Newmont Nusa Tenggara dengan Pemerintah Indonesia diteken 2 Desember 1986. Ketika itu, porsi kepemilikan saham PT NNT adalah 80 persen dimiliki Newmont Indonesia Limited yang berstatus pemodal asing yang berkedudukan di Denver, Amerika Serikat, dan 20 persen dimiliki PT Pukuafu Indah, sebuah perusahaan Indonesia yang dimiliki Jusuf Merukh.

Sebagai bagian dari 34 kontrak karya yang disusun Dewan Perwakilan Rakyat dengan kekhususan pada emas dan perak, kontrak tersebut termasuk dalam generasi IV yang masih melibatkan investasi asing.

Saat penyusunan kontrak tersebut, almarhum Jusuf Merukh adalah Ketua Pansus Pertambangan DPR. ”Pak Jusuf memprakarsai suatu bentuk kontrak karya yang khusus ditujukan kepada pemegang kuasa pertambangan agar bisa mengeksekusi tambangnya melalui kemitraan dengan investor asing,” ujar Juru Bicara Merukh Enterprises Yovie Alexander, Kamis (14/7).

Merukh Enterprises adalah perusahaan induk PT Pukuafu Indah. Menurut Yovie, Jusuf adalah pemilik Merukh Enterprises yang sejak tahun 1970 telah melakukan eksplorasi untuk mencari cadangan mineral tambang di seluruh wilayah Indonesia. Bersama dengan Amax Ltd, mitra asingnya, Merukh merambah wilayah Papua hingga Aceh. Target awalnya adalah cadangan krom, namun yang ditemukan justru cadangan mineral tembaga, emas, dan batubara yang tersebar di wilayah Papua hingga Aceh.

Jusuf Merukh kemudian mengajukan penetapan kuasa pertambangan atas cadangan mineral tersebut, antara lain tambang emas Busang di Kalimantan Timur, Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara, Wetar di Maluku, Minahasa di Sulawesi Utara, tembaga Batu Hijau di Nusa Tenggara Barat, dan Lembata di Nusa Tenggara Timur.

Di NTB, Pukuafu memiliki 10 wilayah kerja pertambangan yang lama tidak dikembangkan karena kesulitan pendanaan. Seluruh kuasa pertambangan milik Pukuafu dan anak-anak perusahaannya itu kemudian diinkorporasikan ke dalam wilayah kontrak karya PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Selain Pukuafu, di NTB saat itu ada sedikitnya 20 wilayah kerja pertambangan yang izinnya masih berlaku, tetapi tidak kunjung berjalan karena ketiadaan modal, termasuk wilayah kerja pertambangan PT Aneka Tambang. Tambang Batu Hijau butuh waktu 10 tahun untuk dikembangkan.

Tahun 1996, Newmont menggandeng Sumitomo Corporation untuk mendukung pemasaran hasil tambangnya. Sumitomo ikut memiliki saham NNT melalui konsorsium pemilik saham asing. Dengan adanya kepastian pembeli dari Jepang, proyek tambang emas yang berlokasi di Pulau Sumbawa itu pun bisa berjalan.

Ketika divestasi dilaksanakan, porsi saham 20 persen yang dipegang Pukuafu menjadi bagian dari kewajiban 51 persen saham asing yang harus dialihkan kepada peserta Indonesia.

Kemitraan Pukuafu dan Newmont mengalami ”pasang surut”. Perselisihan antara lain terjadi ketika Pukuafu menuding Newmont tidak menepati kesepakatan terkait pemberian hak pertama divestasi.

Kesepakatan itu dicapai pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan pada 15 November 2005 dan dikuatkan lagi dengan RUPS pada 2007. Dalam RUPS itu diputuskan, apabila pemerintah menolak menggunakan hak pertama membeli, Newmont akan menjual saham divestasi 31 persen kepada Pukuafu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com