Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelibatan Masyarakat Adat Minim

Kompas.com - 11/05/2011, 16:48 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS.com — Krisis kehutanan yang terjadi di Aceh salah satunya karena sangat kurangnya pelibatan masyarakat pemangku adat dalam langkah pelestarian. Pemerintah dinilai lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal yang cenderung eksploitatif dalam mengelola hutan Aceh.

Demikian pemikiran yang berkembang dalam acara seminar lingkungan yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Canniva Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa (10/5/2011).

Dalam seminar itu yang hadir sebagai pembicara adalah pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Unsyiah, Monalisa; Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh TM Zulfikar; Ketua Forum Mukim Aceh Besar Nasrudin; dan Wakil Gubernur Aceh M Nazar yang diwakili Kepala Biro Perekonomian Provinsi Aceh T Sofyan.

Monalisa mengungkapkan, hampir pada semua tahapan pelestarian hutan, yakni mulai dari penyuluhan hingga langkah pelestarian, masyarakat adat tidak dilibatkan. Kalaupun ada, tak ada pemuka adat yang jadi tokoh utama. Padahal, dalam struktur sosio-kultural masyarakat Aceh, pemuka adat mempunyai peran penting dalam berinteraksi dengan alam.

Kondisi tersebut, lanjut Monalisa, terjadi karena minimnya komunikasi pemuka adat dengan pemerintah serta beberapa mitra lainnya dalam pelestarian hutan. Hambatan lainnya adalah soal kelembagaan sosial.

"Ada sosialisasi, tetapi disampaikan dalam bahasa yang tak dimengerti pemuka adat. Ada juga keengganan dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah karena sering lamban untuk menindaklanjuti. Sejumlah isu lingkungan, seperti moratorium logging, pemanfaatan karbon (REDD), dan hutan masyarakat, adalah isu lingkungan yang tak pernah dimengerti," kata Monalisa.

Menurut Zulfikar, kebijakan pemerintah dalam soal kehutanan selama ini tak berdampak pada terciptanya kelestarian karena di sisi lain praktik eksploitasi kawasan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan penebangan cenderung dibiarkan. Bahkan, pemerintah pusat dan daerah masih saja mengeluarkan izin pertambangan di Aceh.

"Pemerintah kita sepertinya cukup puas mendapat keuntungan yang tak lebih dari 10 persen, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berdalih investasi. Pendapatan dari sektor pertambangan hanya 3-4 persen, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kerusakan yang dialami hutan kita," ujar Zulfikar.

"Masyarakat sekitar hutan hanya jadi penonton. Hutan sekitar mereka dijarah, tetapi mereka tetap miskin," ujarnya.

Minimnya pelibatan itu membuat masyarakat pun enggan menjaga hutan dari perambahan besar-besaran. Konflik lahan kehutanan pun menjadi sangat sering terjadi di wilayah Aceh, khususnya antara masyarakat pemangku adat dan perusahaan perkebunan ataupun pertambangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com