Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Naik jika Jaringan Buruk

Kompas.com - 22/11/2010, 05:42 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Buruknya kondisi jaringan infrastruktur di Indonesia, khususnya Jawa Barat, memicu tingginya biaya logistik dan pengantaran barang sehingga harga komoditas di pasaran naik sampai 20 persen. Sayang, upaya pemerintah baru sebatas rencana aksi untuk mengatasi infrastruktur yang tidak ramah kegiatan usaha itu.

Persoalan itu mengemuka dalam diskusi ”Membangun Sistem Pergudangan dan Transportasi untuk Memperkuat Daya Saing Perusahaan Nasional” di Universitas Widyatama, Bandung, Sabtu (20/11). Hadir sebagai pembicara Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Deni Siahaan, mewakili Menteri Perhubungan Freddy Numberi.

Dalam makalah Freddy yang dibacakan Deni, pemerintah mengakui kelemahan jaringan transportasi darat, laut, sungai dan danau, udara, kereta api, dan transportasi antarmoda. ”Tanjung Priok (Jakarta) yang menyalurkan 70 persen dari volume ekspor dan impor ternyata macet dan tidak efisien,” katanya.

Dalam catatan Kemhub, Tanjung Priok belum bisa beroperasi penuh selama 24 jam dalam sepekan. Kondisi itu berbeda dengan pelabuhan di Singapura dan Hongkong. Kinerja pelabuhan Indonesia berada di urutan ke-104 dari 134 negara yang disurvei.

Biaya operasional kendaraan Indonesia juga lebih tinggi daripada biaya rata-rata negara di Asia. ”Rata-rata total biaya truk ialah 1-1,5 dollar Amerika Serikat (Rp 8.925-Rp 13.387) per kilometer untuk jarak yang lebih jauh. Di daerah perkotaan yang sangat macet, biaya ini bisa meningkat sampai 4 dollar AS (Rp 35.700) per km,” katanya.

Ongkos naik

Kepala Logistic and Supply Chain Center (Logic) Universitas Widyatama, Setijadi, mengatakan, kemacetan panjang akan memicu naiknya ongkos produksi, terutama dalam poin biaya transportasi. ”Sebagian dari biaya itu dibebankan kepada konsumen sehingga harga yang diterima pun jadi mahal,” ujarnya.

Untuk pasar ekspor, barang-barang Indonesia menjadi kurang kompetitif daripada produk China atau Singapura yang lebih murah. ”Jika biaya transportasi bisa dikurangi 30 persen, harga komoditas bisa turun sampai 5 persen,” kata Setijadi.

Dalam perhitungan logistik, biaya transportasi mengambil bagian 70 persen, sedangkan sisanya adalah biaya persediaan dan pergudangan barang. Persediaan dan pergudangan barang, menurut diai, bisa diatasi secara mandiri oleh pengusaha. Namun, beban biaya transportasi yang terkait infrastruktur perlu campur tangan pemerintah.

Menanggapi itu, Deni mengatakan, dalam dua tahun terakhir pemerintah menyusun strategi dan rencana aksi guna memperbaiki kondisi infrastruktur. Untuk kereta api, misalnya, pemerintah berencana merevitalisasi jaringan KA di Sumatera dan Jawa. (REK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com