Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Green Culture", Menuju Bali Organik

Kompas.com - 20/09/2010, 21:35 WIB

Damai adalah kenyaman, asri merupakan anugerah kenikmatan, hijau hadiah upaya pelestarian. Impian Indonesia menjadi Negara Hijau adalah harapan semua elemen masyarakat. Inilah langkah awal Pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan daerahnya sebagai provinsi hijau, mendeklarasikan diri sebagai Bali Green Province (BGP), 22 Februari 2010.

Beranjak dari angan tersebut, masyarakat wajib mendekatkan diri dengan habitatnya. Memelihara dan melindungi air, udara, dan tumbuh-tumbuhan yang saling bersinergi sebagai sumber kehidupan.

Tantangan nyata kita adalah peningkatan suhu muka bumi (global warming), disebabkan lapisan CO2 yang terbentuk diatmosfir sebagai akibat maraknya penggunaan bahan bakar fosil dalam berbagai kegiatan industri dan ekonomi di dunia. Di sisi lain hutan tropis yang merupakan "paru-paru dunia" semakin berkurang drastis, akibat penggundulan hutan.

Semuanya itu dilakukan atas nama pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan. Wajah sistem ekonomi yang rakus menghantui kelangsungan hidup manusia. Tahun 1999–2005 terjadi peningkatan suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu itu menyebabkan pencairan es di kutub. Bila keadaan ini terus berlanjut, diperkirakan pada 2040 sekitar 2.000 pulau tenggelam akibat naiknya permukaan air laut.

Perubahan iklim pun memengaruhi siklus kehidupan manusia. Curah hujan dan kekeringan semakin tajam. Pertanian pun terganggu. Hal ini juga berimbas pada Bali. Dengan luas 5.636 km2, Bali dihuni lebih dari 3,5 juta orang dengan laju pertambahan 1,27 persen per tahun. Namun pada saat tertentu Bali (seperti tahun 2009) mendapat tambahan 2.229.945 wisatawan mancanegara dan 3.521.135 wisatawan Nusantara. Pariwisata memang penyumbang perekonomian terbesar, mencapai 50 persen, sektor pertanian 30 persen, sisanya dari industri kecil dan menengah. Seni budaya dan keindahan alam tetap menjadi daya tarik wisatawan.

Menghadapi tantangan

Kesadaran pada pentingnya menjaga lingkungan belum menjadi gaya hidup masyarakat Bali. Isu lingkungan harus menjadi komitmen bersama. Bila kita mampu menciptakan citra Bali yang bersih, akan berdampak positif. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali pun segera melakukan pengkajian terhadap pabrik daur ulang sampah skala kecil untuk menghasilkan pupuk organik ramah lingkungan. Masyarakat juga membentuk kelompok yang peduli pada kebersihan lingkungan. Ini menjadi langkah awal, sehubungan rencana Pemprov Bali memberikan bantuan sosial (bansos) bidang kebersihan.

Hal itu sejalan dengan sasaran mewujudkan Bali sebagai provinsi organik, di mana proses pertanian dalam arti luas menggunakan pupuk dan pembasmi hama tanaman yang ramah lingkungan.

Hal lain terkait masalah lingkungan, yakni penggunaan pembungkus plastik yang meresahkan alam. Perlu instruksi kepada pusat perbelanjaan dan para pedagang untuk menghindari plastik sebagai alat pembungkus barang yang diperjual-belikan. Pemerintah juga harus menghimbau masyarakat agar menyiapkan tas, seperti dilakoni para orang tua dulu.

Untuk menuju Bali bebas sampah plastik, Pemprov Bali membentuk desa sadar lingkungan dengan membiasakan memisahkan jenis sampah. Sampah plastik yang terkumpul dijual, sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos. Maka, bukan pemandangan yang aneh jika melihat anak-anak atau orang tua yang sedang jalan-jalan sambil memungut gelas atau botol plastik. Sampah ini bila dijual dihargai hingga Rp 3.000 per kg.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com