Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

150 Tahun Serikat Jesus

Kompas.com - 19/07/2009, 23:14 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com-Serikat Jesus (SJ) di Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah yang pelik, yakni mencetak para ahli di bidang-bidang kehidupan masyarakat, utamanya non-humaniora, berikut riset-riset yang berkaitan.

Ini untuk menjawab tantangan di era global yakni segala bentuk kemiskinan, yang belum terselesaikan.

Demikian disampaikan Robertus Bellarminus Riyo Mursanto SJ, Provinsial SJ Indonesia dalam perayaan Jubileum 150 Tahun Serikat Jesus (SJ) di Indonesia (9 Juli 1859-9 Juli 2009) , di Universitas Sanata Darma Yogyakarta (USD), Minggu (19/7) malam.

"Yang banyak dicetak SJ adalah ahli di bidang humaniora. Melihat tantangan global saat ini, SJ perlu banyak ahli selain bidang humaniora, misalnya ahli lingkungan hidup, politik, hingga ekonomi. Ini sangat penting," ujarnya.

Tantangan SJ di era global, menurut Romo Riyo, adalah segala bentuk kemiskinan, tak hanya dalam ekonomi. Kemiskinan itu, mencakup kemiskinan dalam memahami nilai manusiawi, pendidikan, kedalaman spiritual, dan relasi antarmanusia.

"Sejak masuk ke Indonesia, Jesuit bisa menjaga fokus perhatian untuk hal-hal itu. Yang Jesuit lakukan adalah sesuatu yang menjadi berkat bagi sesama. Namun zaman terus berkembang dan Jesuit harus merespons. Juga menjadi contoh," paparnya.

Kurangnya Jesuit yang menguasai bidang non-humaniora memang kenyataan yang tak terelakkan. Salah satu penyebab adalah jumlah Jesuit yang minim. Hanya terdapat 356 Jesuit di Indonesia, meliputi imam, bruder, dan frater. Jumlah Jesuit di seluruh dunia saat ini 18.500 orang, dan itu juga jumlah yang minim.

"Jika direntangkan, dari 100 calon Jesuit, yang akhirnya jadi hanya 60 persen. Dengan masa pendidikan 12 tahun dan dari sisi manusiawi berat, memang hanya sedikit yang jadi. Memang sulit, karena menjadi Jesuit adalah panggilan," ucap dia.

Jenderal Jesuit Adolfo Nicolas yang juga datang di acara itu, mengatakan, jangan dulu para Jesuit merasa puas dengan apa yang sudah dikerjakan. "Ada tantangan ke depan yang selalu berubah," ujar Nicolas yang dulu adalah misionaris di Jepang ini.

Apa yang dilakukan Jesuit, menurut Nicolas, juga tak lepas dari bantuan mereka yang peduli dan menaruh perhatian yang sama dengan Jesuit. "Para Jesuit di seluruh dunia, harus terus berkreasi dengan apa yang sudah dibangun dan dikerjakan," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com