Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haji Malik, "Guru" Kakao Tanah Mandar

Kompas.com - 01/04/2009, 23:54 WIB

Oleh Reny Sri Ayu Taslim

Siang itu di Kelurahan Bebanga, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Haji Abdul Malik tengah menjelaskan tata cara sambung samping kepada puluhan ketua kelompok petani kakao. Layaknya seorang guru, dia menjelaskan semua hal yang diketahuinya tentang kakao.

Semua pertanyaan dia jawab dengan kalimat yang mudah dipahami petani. Semua itu dilakukannya di antara rerimbun tanaman kakao. Sesekali dia menunjukkan batang tanaman kakao tua yang sudah ditebang, lalu batang baru yang muncul, dan berbunga.

Sesekali ia juga menunjuk buah kakao berukuran sekepalan tangan orang dewasa, berwarna kemerahan atau hijau segar. Ia lalu mencontohkan cara memotong tangkai yang akan disambung samping, berikut panjangnya.

Begitulah aktivitas Malik setiap hari. Selalu ada petani yang datang bertanya tentang budidaya kakao kepadanya. Sebagian datang dari desa atau kecamatan yang jaraknya lebih dari 100 kilometer dengan waktu tempuh berjam-jam. Mereka mau datang ke tempat Malik untuk belajar gratis. Bahkan, sebagian menginap di rumahnya. Jika rumah panggung Malik sedang penuh, para ”murid” tidur di kolong rumah.

Kebun kakao Malik setahun terakhir menjadi ”sekolah” bagi petani kakao hampir di seluruh penjuru Tanah Mandar, sebutan untuk pesisir pantai barat Sulawesi yang dominan dihuni suku Mandar.

Kalau umumnya tanaman kakao perlu tiga tahun untuk mulai berproduksi, di tangan Malik tanaman hasil sambung samping hanya butuh setahun. Sebagian hasil sambung samping itu sudah berbunga pada usia 3-5 bulan, bahkan ada yang berbuah pada usia 5 bulan. Di kebunnya, tak kurang dari 18 varietas dikembangkan. Ada varietas lokal, seperti Sulbar 1 dan Sulbar 2, ada juga dari berbagai daerah lain.

Tanaman kakao lama dibandingkan dengan tanaman hasil sambung samping, baik mutu maupun produktivitasnya, jauh berbeda. Di setiap pohon, buah kakao bisa mencapai 250 buah setiap panen atau berkisar 1,5-2 ton per hektar. Dengan hitungan sederhana, bila tanaman lama butuh 25-30 buah untuk mendapatkan satu kilogram biji kakao, tanaman hasil sambung samping perlu 15-20 buah, bahkan bisa hanya 7-10 buah.

Inilah yang mengundang petani lain untuk belajar kepada Malik. Antusiasme petani itu tak lepas dari kondisi perkakaoan di Mamuju, bahkan hampir se-Sulawesi Barat, yakni serangan hama vascular streak dieback (VSD), penggerek buah kakao, penggerek batang, hingga busuk buah. Ini diperparah lagi usia tanaman yang sudah 20-30 tahun. Padahal, kakao adalah sumber utama penghidupan sekitar 80 persen warga.

Meremajakan tanaman dengan menebang habis dan mengganti dengan tanaman baru perlu biaya besar dan membuat petani kehilangan pendapatan hingga minimal tiga tahun. Maka, cara sambung samping menarik minat petani karena lebih efisien dan efektif.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com