Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Tidak Bisa Melihat tetapi Bisa Membaca Al Quran"

Kompas.com - 02/06/2017, 18:00 WIB

MEDAN, KOMPAS.com - Jari-jari itu menari lincah di atas Al Quran. Setiap sentuhan mengeluarkan kalimat pujian dan peringatan dari Allah SWT. Ketiadaan penglihatan tidak menyurutkan para tunanetra ini untuk melantunkan merdu ayat-ayat Al Quran.

Lantunan ayat suci Al Quran mereka sudah langsung terdengar ketika kaki baru menginjak halaman depan sebuah gedung milik Dinas Sosial Sumatera Utara di Jalan Sampul, Medan Petisah.

Semakin jauh kaki melangkah, sumber suara yang begitu syahdu semakin jelas.

Di ruangan belakang bagian dalam gedung tampak sekumpulan wanita sedang khusyuk mengaji, sedangkan kelompok pria mengambil tempat di ruangan bagian luar.

Ruangan ini sangat sederhana. Mirip kantin yang sudah lama tidak terpakai.

Di sana, para tunanetra mengaji dengan Al Quran yang menggunakan huruf braille.

Bila dilihat sepintas, Al Quran ini hanya berisi lembaran kertas putih. Namun, begitu jari-jari dilekatkan pada lembaran itu baru terasa susunan berupa titik yang menonjol.

"Kami tidak bisa melihat, tetapi bisa membaca Al Quran," itulah yang diucapkan Wakil Ketua DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut, Syaiful Bakti Daulay, di Medan, Kamis (1/6/2017).

(Baca juga: Bantu Anak Tuna Netra, Mahasiswa ITS Buat "Braille Hardware" )

Anggota Pertuni Sumut sudah rutin mengajarkan membaca Al Quran braille sejak sepuluh tahun lalu.

Dimulai dari kegiatan mengaji antarsesama jebolan dinas sosial, pengajian ini perlahan menjelma menjadi komunitas yang besar. Makanya tidak heran bila dalam dua bulan selalu ada jemaah yang khatam.

"Kalau sekarang ini antara 55 sampai 60 orang," kata Syaiful.

Tidak ada kesulitan berarti bagi jemaah dalam melafazkan ayat demi ayat yang ditransfer melalui jari tangannya.

Jari pada tangan kanan terlihat lincah meresapi tulisan pada lembaran Al Quran, sedangkan jari tangan kiri fokus merasakan setiap baris yang dibaca.

Tiga instruktur yang disediakan Pertuni pun tidak dibuat kesulitan. Sesekali bacaan yang keliru justru diluruskan oleh jemaah lain.

Instruktur lebih bertindak sebagai mentor untuk menjelaskan makna dari surat yang dibacakan jemaah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com