Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Mukhlisin Pertahankan Hak Tanah yang "Termentahkan" oleh 2 Ekor Kerbau

Kompas.com - 28/05/2017, 03:00 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Kasus sengketa tanah yang melibatkan keluarga petani di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, terus saja bergulir.

Masing-masing pihak mengklaim bahwa apa yang telah dipertaruhkan dalam fakta persidangan adalah suatu kebenaran.

Mukhlisin (62) beserta keluarga besarnya mengaku sudah mengajukan permohonan banding melalui bantuan perantara kuasa hukumnya.

Sementara itu, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, selaku tergugat, juga telah berupaya mengajukan permohonan banding.

Sebagaimana diketahui, hakim di persidangan Pengadilan Negeri Purwodadi memenangkan gugatan Subari (76) atas tanah seluas 3.800 meter persegi di Dusun Nongko, RT 06 RW 09, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Kamis (4/5/2017).

Dalam kasus sengketa tanah ini, Subari menggugat Mukhlisin dan keenam orang keluarganya. Bahkan Subari juga menggugat pemerintah kelurahan serta kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan karena dinilainya telah memberikan keterangan palsu.

Mukhlisin bersama 14 orang keluarganya serta Subari tinggal berdampingan di atas lahan yang disengketakan tersebut. Selama turun temurun, mereka hidup rukun.

Namun, pada awal tahun 2016, Subari yang tak lain adalah adik angkat almarhum ibunda Mukhlisin mendadak menggugat keluarga besar petani itu di Pengadilan.

Subari ingin mengambil alih seluruh lahan yang disebut Mukhlisin sebagai warisan kakek kandungnya, almarhum Marto Kasmin.

Subari bersikeras bahwa tanah yang telah mereka tempati bersama selama bertahun-tahun itu adalah miliknya seorang. Sehingga, lima keluarga yang telah membangun rumah di sana harus hengkang.

Awal sengketa

Sengketa tanah antara dua pihak dari satu keluarga ini mengemuka ketika sertifikat tanah resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu dimentahkan di pengadilan.

Keputusan hakim itu menjadi pukulan keras bagi Mukhlisin dan sanak saudaranya. Mereka menangis dan menjerit setelah mendengar keputusan hakim tersebut.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com