Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Masjid Raya, Mantan Bupati Sula Dituntut 5 Tahun Penjara

Kompas.com - 02/05/2017, 22:13 WIB
Yamin Abdul Hasan

Penulis

TERNATE, KOMPAS.com - Mantan Bupati Kepulauan Sula, Ahmad Hidayat Mus alias AHM dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 5 tahun penjara atas dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sula yang merugikan keuangan negara Rp 5,5 miliar.

Dalam sidang yang dipimpin Hendry Tobing di Pengadilan Tipikor, Ternate, Maluku Utara, Selasa (2/5/2017) itu, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan serta meminta agar terdakwa ditahan. 

JPU menilai, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 jo pasal 4 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dan ditetapkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nmor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengakui perbuatannya serta berbelit-belit dalam persidangan.

Sementara yang meringankan yaitu terdakwa berbuat baik selama persidangan, belum pernah dihukum serta tokoh di Kabupaten Kepulauan Sula.

Menanggapi tuntutan JPU, pengacara terdakwa menyatakan keberatan dan akan mengajukan pledoi. “Kami minta waktu dua minggu untuk mengajukan pledoi atas tuntutan jaksa yang lantur,” kata pengacara terdakwa, Waode Nurzaenab.

Menurut Waode, tuntutan jaksa tidak berpijak pada fakta hukum dan pernyataan saksi yang diajukan penuntut umum di persidangan. Apalagi saksi ahli menyatakan, bupati tidak terlibat dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.

“Dalam persidangan semua saksi menyebut tidak ada intervensi bupati. Kemudian dikatakan penunjukan langsung juga tidak benar karena menurut ahli penunjukan langsung yang dilakukan organisasi pengadaan tidak melawan hukum,” tutur Nurzaenab.

Kuasa hukum terdakwa menilai sejak awal kasus ini berbau rekayasa. Apalagi sebentar lagi pilkada serentak 2018 sehingga aroma politik terasa.

“Jangan kemudian dianalisa sedemikian rupa untuk kepentingan politik tertentu. Ini kan tahun politik, saya yakin ini banyak yang punya kepentingan politik. Memang kami penasehat hukum tapi kami juga pelajari situasi yang ada,” ucap Nurzaenab.

“Kemudian dikatakan secara bersama-sama yang katanya sudah dihukum terlebih dahulu dalam pasal 55, pada putusan hasil sidang terdakwa sebelumnya tidak ada satupun yang menyebutkan bersama-sama dengan AHM. Tapi kenapa di sini tiba-tiba muncul pasal 55,” pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com