YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa harapannya untuk menghemat anggaran dengan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pupus. Menurut Tjahjo, justru anggaran untuk Pilkada serentak membengkak.
"Dengan segala mohon maaf, bayangan saya waktu saya menjadi menteri pertama, Pilkada Serentak 2015 itu akan hemat. Mohon maaf ternyata lebih membengkak hampir 200 persen," tegas Tjahjo usai menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional XXVII Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Ruang Seminar Timur Pascasarjana FISIPOL UGM, Kamis (27/4/2017).
Tjahjo menjelaskan, anggaran pembelian logistik Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama 5 tahun meningkat. Selain itu, jika sebelumnya kendaraan operasional bisa meminjam milik Pemda, sekarang membeli mobil.
"Jadi efisiensinya tidak ada. Tahun 2017 juga sama, masih membengkak," ujarnya.
(Baca juga: Pilkada Serentak Berikutnya Digelar 27 Juni 2018)
Pemerintah, lanjutnya, ingin pelaksanaan Pilkada serentak dapat lebih efisien. Meskipun dia mengaku, ukuran suksesnya kegiatan politik tidak bisa dinilai hanya dengan uang.
Menurut Tjahjo, biaya politik memang besar. Dia mencontohkan, ada tokoh yang harus mengeluarkan uang sampai miliaran rupiah untuk maju menjadi anggota DPR.
"Tapi yang terpenting partisipasi masyarakat meningkat. Tidak ada politik uang, ada jaminan untuk kebebasan menyampaikan pendapat, sikap dan ada etika," tuturnya.
Bagi pemerintah, lanjut Tjahjo, Pilkada serentak diharapkan dapat membangun hubungan baik tata kelola antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Kalau enggak, repot lho. Janji kampanye seorang presiden begitu jadi menjadi rencana jangka pendek dan jangka panjang. Janji gubernur jadi program skala prioritas provinsi, janji wali kota/bupati sama, sekarang tinggal bagaimana menyelaraskan," pungkasnya.