UNGARAN, KOMPAS.com - Sebelum pemerintah mencanangkan kebijakan kantong plastik berbayar pada Februari 2016, bocah-bocah sekolah di Desa Kalisidi, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sudah dibiasakan mengurangi sampah plastik di lingkungannya masing-masing.
Sejak Januari 2016, desa tersebut telah menginisiasi pembentukan bank sampah berbasis sekolah.
Bank sampah berbasis sekolah di Kalisidi ini sudah diterapkan di 10 sekolah, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah dasar (SD).
Setiap sekolah terdapat pegiat atau aktivis bank sampah yang bertugas menyosialisasikan, mengumpulkan, dan mengelola sampah plastik.
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sampah plastik di lingkungan sekolah, hal ini berbanding lurus dengan perubahan kondisi kebersihan sekolah dan lingkungan.
"Di tempat kami, program bank sampah ini diterapkan dikelas IV, V dan kelas VI. Hingga triwulan ini sudah terkumpul 188 kilogram sampah plastik terjual rp 276 ribu," kata Tutiek, pegiat bank sampah SDN 01 Kalisidi dalam rapat Temu Rutin Kader Pegiat Bank Sampah Berbasis Sekolah, Selasa (26/4/2016) siang.
Sementara itu, di Madasah Ibtidaiyah (MI) Kalisidi II, sampah plastik menjadi media pembelajaran sekolah.
Di sana ada ekstrakurikuler musik dari barang-barang bekas berbahan plastik serta pembuatan kriya berbahan dasar sampah plastik.
(Baca Ekskul Berbasis Sampah, Melatih Kreativitas dan Kepedulian Lingkungan)
Menurut pegiat bank sampah di MI Kalisidi II, Maria Ulfah, sekolahnya juga menerapkan siswa wajib membawa sampah plastik setiap hari Sabtu.
Sejak pertengahan Januari hingga April 2016, sedikitnya sudah terakumulasi 61 kilogram sampah plastik.
"Setiap hari Sabtu siswa diharuskan bawa sampah plastik. Sekarang terkumpul 61 kilogram dengan harga jual Rp 91.500," kata Maria.