Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Tuding Toba Pulp Caplok Tanah Adat

Kompas.com - 04/03/2016, 10:20 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe

Penulis

TOBASA, KOMPAS.com - Masyarakat adat Matio, Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir menuding PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) yang dulu bernama Indorayon itu telah memasuki wilayah adat Matio. 

"Tetapi ketika itu masih di zaman Orde Baru, warga tidak bisa berbuat banyak untuk mengusir kehadiran PT TPL karena kekuatan militer yang tidak bisa kami hadapi," ujar salah Pandapotan Siagian, salah seorang warga dalam pertemuan dengan unsur Pemkab Toba Samosir, Polres Toba Samosir, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan PT TPL di desa tersebut, Kamis (3/3/2016).

Parsaoran Siagian, salah seorang Natua-tua ni Huta (tetua) menyebutkan, mereka sudah menguasai dan mengusahai tanah adat sejak leluhur mereka yaitu Ompung Pantumpanan Siagian membuka kampung ini diperkirakan tiga ratus tahun lalu.

"Itulah warisan leluhur kepada kami. Tetapi sejak kehadiran PT Indorayon hingga saat ini setelah berganti nama menjadi TPL tanah adat kami dirusak. Pohon kemenyan yang masih diusahai ketika itu sudah habis karena dibabat TPL," ujarnya.

Kini, lanjut dia, tanaman eukaliptus milik TPL telah mengepung hingga ke perkampungan mereka.

"Jadi kami mendesak kepada pemerintah agar tanah adat yang klaim sebagai hutan Negara dan konsesi TPL untuk dikembalikan kepada kami," katanya.

Ia mengatakan, tahun 2014 TPL merusak makam leluhur mereka dengan memakai alat berat. Sumber air minum kampung ini juga disemprot dengan menggunakan racun kimia sehingga tidak layak untuk diminum, demikian juga dengan kendaraan perusahaan yang lalu lalang dan membuat dinding rumah warga retak.

Warga pernah melaporkan kepada pihak kepolisian ketika terjadi perusakan makam leluhur. Tetapi sebut dia,  sampai saat ini warga tidak pernah mendapatkan keterangan dari polisi terkait laporan tersebut.

"Kami meminta kepada TPL dan Dinas Kehutanan agar memperjelas batas areal kerja TPL sampai dimana agar warga Matio tidak ditangkapi ketika bekerja di ladang," tambah Ama Marissa Siagian yang juga Ketua Pengurus Daerah AMAN Kabupaten Tobasa.

Menanggapi tuntutan masyarakat Matio tersebut Kepala Dinas Kehutanan Toba Samosir Alden Napitupulu merespons apa yang disampaikan warga dan sepakat dengan tuntutan warga.

“Seharusnya dua puluh tahun yang lalu sejak Indorayon mengantongi izjin dari Menhut segera dilakukan tata batas. Kami saja pun tidak tahu yang mana batas kerja TPL. Oleh karena itu harus segera kita lakukan penatabatasan tanah adat dengan areal kerja TPL. Usul saya secepatnya kita buat bersama di lapangan," ujar Alden.

Alden juga menambahkan, menurut aturan di kehutanan karena areal ini masuk dalam hutan produksi terbatas, seharusnya TPL tidak boleh merusak mata air dan tidak boleh menebang pohon di pinggiran sungai.

Sementara Polres Tobasa menanggapi laporan warga menyatakan, kepolisian tidak bisa menindaklanjuti laporan warga karena tidak dilengkapi alat bukti.

Adapun pihak TPL yang diwakili oleh Tagor Manik mengatakan bahwa TPL bekerja berdasarkan izin yang diberikan oleh pemerintah.

Catatan redaksi:

Atas berita tersebut, Direktur PT Toba Pulp Lestari Leo Hutabarat menyatakan bantahannya. Leo menyebutkan bahwa tidak ada tanah adat di Desa Matio, Kecamatan Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir.

(Baca Toba Pulp Sebut Tidak Ada Tanah Adat di Desa Matio)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com