SUMBAWA, KOMPAS.com - 29 santriwati korban dugaan pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjalani pemeriksaan psikologis, pada Jumat (2/6/2023), untuk melengkapi alat bukti.
Pemeriksaan itu dilakukan oleh psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sumbawa bekerja sama dengan RSUD Sumbawa.
Puluhan santriwati tersebut didampingi oleh orangtuanya.
"Korban mengalami trauma," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Fatriaturahmah.
Ia menyebutkan, kekerasan seksual itu dilakukan terduga pelaku saat bersalaman dan ketika korban sakit.
Setiap kali bertemu, korban diminta bersalaman dengan mencium tangan pelaku. Saat itu pula, pelaku melecehkan korban.
"Alasannya untuk dapat berkah makanya cium tangan," kata perempuan yang akrab disapa Atul itu.
Baca juga: Buntut Kasus Pencabulan, Izin Ponpes dan Sekolah di Sumbawa Dicabut
Pelaku juga mencabuli santriwati saat sedang sakit. Pelaku berpura-pura mengurut dan mengobati dengan ruqyah. Pelaku lalu meminta korban membuka pakaian bagian bawah, lalu pelaku melecehkan korban.
Sementara itu, KHD (36), terduga pelaku menjalani pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Sumbawa. KHD diamankan polisi saat ponpes itu diserang warga akibat dugaan pencabulan itu.
Hd, salah satu orangtua korban, berharap sang anak tidak trauma berkepanjangan akibat kasus kekerasan seksual yang dialaminya.
"Semoga anak saya tidak trauma berat dan tetap mau sekolah lagi," kata Hd.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.