KOMPAS.com - Terdapat sejumlah perjanjian bersejarah di Indonesia.
Perjanjian bersejarah tersebut dilakukan oleh pemerintah lokal dan pemerintah Indonesia dengan bangsa asing sebelum dan setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Beberapa perjanjian bersejarah diawali dengan perundingan hingga mencapai kesepakatan.
Tujuan perjanjian bersejarah tersebut, antara lain supaya tidak terjadi konflik yang dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat pada saat itu.
Berikut ini sejumlah perjanjian bersejarah di Indonesia.
Perjanjian Bongaya adalah perjanjian antara Kesultanan Gowa dan VOC (kongsi dagang Belanda)
Perjanjian Bongaya ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 Masehi di Bongaya, Sulawesi Selatan.
Perwakilan Kesultanan Gowa adalah Sultan Hasanuddin dan perwakilan VOC adalah Laksamana Cornelis.
Latar belakang Perjanjian Bongaya adalah untuk mengakhiri perang besar-besaran antara Kerajaan Gowa dan VOC.
Perang tersebut terjadi untuk memonopoli rempah-rempah oleh VOC di kawasan timur.
Baca juga: Isi Perjanjian Bongaya, Latar Belakang, dan Dampak
Perjanjian Jepara merupakan kesepakatan antara Sultan Amangkurat II dan VOC pada tahun 1677.
Kesepatan tersebut dibuat untuk memerangi pemberontakan Raden Trunojoyo.
Latar belakang pemberontakan Raden Trunojo dari Madura karena Sultan Amangkurat I dan II, yang memerintah Kerajaan Mataram Islam, dianggap memerintah terlalu keras dan berpihak ke VOC.
Dalam perjanjian tersebut, VOC diwakili oleh Cornelis Janzoon Speelman, utusan khusus Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Dalam Perjanjian Jepara juga menyebutkan daerah-daerah di pesisir utara Jawa, mulai Karawang hingga ujung timur, sebagai jaminan biaya perang untuk menumpas Trunojoyo.
VOC memberikan syarat atas bantuan yang diberikanya yang kenyataannya sangat merugikan Mataram, namun Amangkuran II tetap menyetujuainya.
Akhirnya, Trunojoyo berhasil dikalahkan dan VOC mendapatkan sebagian wilayah Mataram.
Baca juga: Perjanjian Jepara: Latar Belakang dan Isinya
Perjanjian Giyanti adalah perjanjian antara pihak Kerajaan Mataram yang diwakili oleh Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi dengan VOC.
Perjanjian Giyanti ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755.
Latar belakang Perjanjian Giyanti karena adanya suksesi Kerajaan Mataram yang mendapat campur tangan dari VOC.
Perjanjian Giyanti membahas mengenai pembagian wilayah, gelar yang akan digunakan, dan kerja sama VOC dan kesultanan.
Kesepakatan Perjanjian Giyanti
Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Siasat Licik VOC Memecah Mataram
Perjanjian Salatiga adalah perjanjian antara VOC dan pewaris tahta Mataram yang diwakili oleh Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan raden Mas Said pada tanggal 17 Maret 1757.
Perjanjian Salatiga ditandatangani di Jalan Brigjen Sudiarto No 1, Salatiga, Jawa Tengah.
Latar belakang Perjanjian Salatiga adalah adanya pergolakan besar di Kerajaan Mataram setelah Sultan Agung wafat.
Salah satu pergolakan besar yang dipimpin oleh Raden Mas Said (1746), keponakan Mangkubumi dan Pakubuwono II.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.